Pastordepan Media Ministry
Beranda News Pilot Misionaris Cantik ini Gugur dalam Misi Kemanusiaan

Pilot Misionaris Cantik ini Gugur dalam Misi Kemanusiaan

Daftar isi:

[Sembunyikan] [Tampilkan]

    Pekerjaan menjadi seorang pilot sangat beresiko, apalagi kalau menjadi pilot pesawat kecil untuk daerah-daerah terpencil seperti Papua.

    Resiko yang harus ditanggung tidak main-main, nyawa taruhanya.

    Area penerbangan yang bergunung-gunung dengan cuaca yang setiap saat bisa berubah dengan cepat merupakan tantangan yang berat bagi seorang pilot di wilayah tersebut.

    Papua dikenal memiliki banyak wilayah yang bergunung-gunung, terpencil dan sulit dijangkau melalui jalur darat, maka jalur udara menjadi pilihan terbaik dan tercepat.

    Selain penerbangan pesawat-pesawat komersil, ada juga pesawat-pesawat misi yang melayani dan menjangkau wilayah pegunungan disana.

    Kepedulian para missionari terhadap wilayah-wilayah terpencil yang sulit dijangkau telah mendorong mereka untuk membuka penerbangan misi demi kemanusiaan, penginjilan dan memberikan kebutuhan wilayah terisolir.

    Penerbangan misi

    Beberapa penerbangan misi yang beroperasi dipapua dan beberapa wilayah sulit di indonesia.

    Seperti penerbangan misi Gereja Advent, Adventist aviation Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun 1974.

    Ada juga penerbangan misi AMA (Associated Mission Aviation).

    Penerbangan misi ini dibawah naungan gereja Katolik tetapi sepenunya mandiri dan sudah beroperasi sejak tahun 1959.

    Kemudian ada juga penerbangan misi MAF (Mission Aviation Fellowship).

    Penerbangan misi ini melayani untuk 33 negara dibawah naungan MAF international dan sudah beroperasi sejak tahun 1945.

    Kecelakaan penerbangan misi

    Kemarin selasa 12 Mei 2020, salah satu pesawat misi MAF mengalami kecelakaan.

    Pesawat Quest Kodiak 100 PK-MC dengan registrasi PK-MEC, takeoff dari bandara Sentani, Jayapura pukul 06.27.

    Namun dua menit setelah takeoff, atau sekitar pukul 06.29 WIT, pesawat tersebut dilaporkan jatuh di Danau Sentani.

    Pilot yang mengaoperasikan pesawat tersebut seorang pilot perempuan berkebangsaan Amerika, yang mengabdikan diri menjadi pilot misionaris di Papua.

    Pilot itu bernama Joyce Lin, umur 40 tahun. Dia ditemukan tewas di kokpit pesawat yang tenggelam di kedalaman 13 meter di danau sentani Papua.

    Penerbangan misi Joyce Lin hari itu adalah mengantarkan logistik APD penanganan covid-19 yang diminta oleh satgas covid-19 distrik Mamit kabupaten Tolikara.

    Ini merupakan penerbangan Joyce Lin secara Solo tanpa didampingi awak lainnya, dan ini juga menjadi penerbangannya yang terakhir.

    Pengabdian Joyce Lin patut di apresiasi sebab tidak banyak pilot apalagi seorang perempuan yang bersedia menjadi pilot missionaris ditempat-tempat terpencil dan sulit dijangkau.

    Kematiannya sebagai pilot misi membawa dukacita yang besar terutama kepada masyarakat Papua yang selama ini telah merasakan pelayanan Joyce Lin.

    Profil Joyce Lin

    Dalam profil yang ditanyangkan di Website MAF terungkap, dia tidak hanya menguasai bagaimana cara menerbangkan pesawat, tetapi dia juga spesialis IT.

    Sebagai pilot, Joyce menggunakan penerbangan untuk membantu mengubah kehidupan orang-orang yang terisolasi dengan menyediakan penerbangan evakuasi medis untuk menyelamatkan jiwa..

    Memberikan pasokan untuk pengembangan masyarakat, dan mengangkut misionaris, guru, dan pekerja bantuan kemanusiaan ke lokasi yang tidak dapat diakses jalur darat.

    Sebagai seorang spesialis IT, Joyce mengatur dan memelihara jaringan komputer..

    Untuk memungkinkan para misionaris dan pekerja kemanusiaan supaya dapat terhubung dengan para pendukung mereka dan supaya dapat mengakses sumber daya di Internet.

    Sejak kecil tertarik dunia penerbangan

    Mengenai latar belakang hidupnya, Joyce dibesarkan di Colorado dan Maryland, menjadi seorang Kristen pada usia muda melalui pelayanan gereja injili lokal non-denominasi.

    Pada usia delapan tahun, Joyce mulai tertarik pada segala sesuatu yang berkaitan dengan komputer, terutama pemrograman komputer.

    Ketertarikannya dalam penerbangan juga berkembang pada usia dini karena seorang tetangga pilot yang membawanya ke pertunjukan udara lokal.

    Joyce mengambil jurusan ilmu komputer di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan mendapatkan gelar Sarjana Sains dan Magister Teknik dari MIT.

    Karena minatnya dalam penerbangan, ia juga memperoleh sertifikat pilot pribadi untuk bersenang-senang saat ia kuliah.

    Setelah lulus, Joyce bekerja selama lebih dari satu dekade sebagai spesialis komputer, dan menempati posisi sebagai Direktur Teknis di perusahaan komersial.

    Panggilan melayani

    Selama waktu itu Joyce merasa terpanggil untuk menghadiri seminari Kristen secara full-time.

    Dia mendaftar di Seminari Teologi Gordon-Conwell, akhirnya lulus dengan gelar Master of Divinity.

    Sementara di seminari, Joyce menemukan penerbangan misi dan terkejut menemukan sebenarnya ada pekerjaan yang menggabungkan minatnya dalam komputer, penerbangan, dan pelayanan Kristen.

    Dari saat penemuan pertama itu, Joyce telah memegang keyakinan kuat akan panggilan Tuhan agar dia bekerja untuk menjadi pilot misionaris.

    Dia memperoleh peringkat instrumen dan sertifikat komersial, dan bekerja sebagai instruktur penerbangan untuk memenuhi persyaratan pilot MAF.

    Meskipun Joyce bersyukur atas berbagai kesempatan pendidikan dan kejuruan yang dia telah dapatkan, dia sangat bersyukur untuk mengenal Tuhan secara pribadi.

    Tuhan tidak pernah meninggalkannya di saat-saat terendahnya (karena ada banyak) dan telah berulang kali mengubah “berkabung menjadi” menari ”(Mzm 30:11) dengan cara yang tidak bisa ia lakukan sendiri.

    Sementara Joyce akan selalu bersemangat untuk menerbangkan pesawat dan bekerja di komputer.

    Ia sangat bersemangat untuk berbagi kasih Yesus Kristus dengan membantu mengubah keputusasaan yang dalam pada orang lain dari berkabung menjadi tarian dan kegembiraan.

    Demikian kisah Joyce Lin yang menarik untuk disimak..

    Satu hal yang menjadi poin bagi kita adalah dia berani meninggalkan zona nyaman hidupnya demi pengabdian kepada orang-orang yang belum terjangkau ditempat terpencil.

    Bob Robert

    Kisah pertaruhan nyawa pilot misi bukan kali ini saja kita saksikan.

    Pada bulan April 2014 yang lalu, pesawat misi milik Adventist Aviation juga mengalami kecelakaan dan menewaskan pilot Bob Robert.

    Bob Robert Sendiri warga Amerika, dia telah melayani selama 22 tahun untuk penerbangan misi di bumi cenderawasih.

    Kecintaanya kepada bumi papua membuatnya bertahan selama bertahun-tahun.

    Tentu banyak kisah tentang pilot misi, bagaimana perjuangan mereka menerbangkan pesawat keberbagai penjuru wilayah terisolir.

    Demi kemanusiaan, pelayanan injil untuk membawa mereka yang terisolir mengenal Yesus.

    Dukung dan Doakan para pilot misi di Papua dan tempat-tempat lain diseluruh dunia.

    Panggilan

    Kita tidak harus menjadi pilot misi seperti mereka, tetapi kita bisa menjadi misionari dibidang kita masing-masing untuk mewartakan kasih Tuhan kepada banyak orang.

    Kita juga tidak harus pergi kewilayah terisolir seperti mereka, tetapi kita bisa pergi ditempat dimana kita berada kepada orang-orang yang terisolir hatinya dari kebenaran injil Kristus.

    Membuka hati mereka yang terisolir dengan kabar baik pengharapan..

    Komentar
    Bagikan:

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    22 pelajaran Alkitab

    Iklan