Pakaian dan Perhiasan dalam Sejarah Kristen

“Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah.” 1 Tim 2:9-10.

Pendahuluan

Saya baru tau mengapa ada orang-orang yang tertarik dengan barang-barang kuno. Mereka tertarik kepada nilai sejarah dari barang itu.

Maka tidak heran, ada orang-orang yang menginvestasikan uang mereka dengan jumlah besar untuk barang kuno yang tidak lagi dapat berfungsi.

Tapi bagi orang yang tau nilai sejarah dan makna filosofisnya, uang yang mereka keluarkan terbayar Kembali.

Karena nilai itu lah saya mulai menyukai pelajaran sejarah. Walau tidak ada kesempatan memiliki barang kuno bersejarah, paling tidak cerita dibaliknya memberi nilai-nilai.

Tentu banyak sejarah yang dapat kita pelajari yang memberi dampak positif kepada kita.

Sebagai orang Kristen, kita perlu mempelajari sejarah tentang kita. Tujuanya supaya kita memahami niai-nilai rohani dan moral sebagai orang Kristen.

Tak terpikirkan banyak orang Kristen bahwa keberlangsungan nilai Kristiani tidak lepas dari perjalanan sejarah gereja masa lalu.

Dari sekian banyak bagian sejarah dalam Kekristenan, menarik untuk membahas salah satu topik yang luput dari pengamatan kita.

Yaitu pakaian dan perhiasaan dalam sejarah Kristen.

Latar Belakang

Memahami topik ini kita harus mulai dari munculnya Kekristenan pada masa keemasan kerajaan Romawi tahun 31 M.

Pada waktu itu kaisar Agustus menaklukan musuhnya Anthony dan Cleopatra dari Timur, dan penaklukan ini mengantarkan Romawi pada masa damai dan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Kekayaan yang terkumpul dari rampasan perang memunculkan kelas menengah baru dimana

kekayaannya ditampilkan melalui pakaian dan perhiasan yang mewah.

Romawi kuno yang dikenal dengan kesederhanaanya, hancur karena pengaruh kemewahan dari Timur.

Dan yang ironis, para kaisar sendiri yang memimpin dalam pesta pora kemewahan, yang kemudian hari dikutuk oleh para moralis Romawi seperti Cato, Seneca, Quintillian, Epictetus, dan Lucius Valerius.1

Quitilian berkomentar tentang mode yang luar biasa saat itu, dia mengatakan, ““Selera pakaian yang luar biasa memberikan martabat tambahan kepada pemakai: tetapi pakaian yang feminin dan mewah gagal untuk menghiasi tubuh, dan hanya mengungkapkan keserakahan pikiran. ”2

Pada saat itu menghiasi tubuh adalah proses yang sangat melelahkan dan mahal. Misalnya, yang dilakukan seorang sipir kaya.

Dia memiliki beberapa budak yang dilatih sebagai penata rambut. Dia menggunakan penjepit-penjepit dari baja yang dipanaskan atau semacam catok kalau sekarang ini.

Rambutnya dibalut dengan ikat rambut dan pin. Dikepang dengan emas dan permata. Lalu dia menggunakan rambut palsu warna pirang.

Untuk pakaian warna favoritnya adalah ungu dengan harga yang sangat mahal.

“Berlian, zamrud, topaz, opal, dan sardonyx adalah batu-batu favoritnya….. Dan yang paling disukai dari semuanya adalah mutiara.

Para kaisar saat itu mulai mengoleksi barang-barang mewah, batu-batu mulia. Kaisar Julius membeli untuk Servilia Mutiara seharga £21.250 [sekitar $80.000}. lalu anting-anting terbuat dari Mutiara.

Melihat hal itu Seneca menyinggung tentang seorang Wanita dengan kekayaan ditelinga mereka. Kaisar Nero bahkan memiliki ruangan yang dindingnya ditutupi dengan Mutiara.

Lollia Paulina, istri dari Caligula, mengenakan gaun yang ditutupi dengan mutiara dan zamrud yang harganya sekitar £ 450.000 [sekitar $ 1.600.000]. ”3

Penggunaan kain sutra yang mahal juga digandrungi istri para kaisar. Sutra terbuat dari materi halus, transparan, dan itu mereka kenakan sebagai senjata rayuan.

Karena transparan maka membangkitkan perhatian orang-orang. Pengaruh pakaian seperti itu sangat tidak baik. Karena itu Seneca bereaksi. Dia mengatakan, “

“Di sana saya melihat kain sutra, yang tidak melindungi tubuh wanita atau kesopanannya, dan di mana dia tidak dapat dengan benar menyatakan bahwa dia tidak telanjang. Ini dibeli dengan sejumlah besar uang….agar wanita kita dapat menunjukkan diri mereka ke dunia luas saat mereka menunjukkan kepada kekasih mereka di kamar tidur. ”4

Orang Kristen ditengah kemerosotan

Di dalam situasi dan kondisi seperti inilah orang-orang Kristen mula-mula muncul. Mereka dipanggil untuk membagikan iman mereka dan melindungi diri dari pengaruh kemewahan para keluarga Kaisar dan orang-orang kaya saat itu.

Mereka dipanggil untuk menunjukkan kemurnian dan kesederhanaan iman Kristen, walau sama tetapi berbeda dari masyarakat lainnya.

Mereka serupa karena mereka sama-sama berpakaian, berbicara, dan hidup seperti orang biasa. Namun mereka berbeda karena mereka berpakaian dengan kesopanan dan kesederhanaan.

Dari latar belakang tersebut, maka dua Rasul yaitu Paulus dan Petrus, mendesak orang-orang Kristen untuk tidak mengikuti mode duniawi dengan menghias diri mereka dengan cara seperti itu.

Itu sebabnya dia mengatakan, “Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah.” 1 Tim 2:9-10.

Lebih lanjut dikatakan, “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” 1 Pet 3:3-5.

Berdasarkan ayat ini, orang Kristen menghindarkan diri dari menghiasi tubuh mereka dari perhiasan.

Dituntut sederhana

Aturan berpakaian di Perjanjian Baru dalam hal kesopanan dan kesederhanaan yang diajarkan oleh para rasul diteruskan oleh para pemimpin gereja di awal Kekristenan.

Misalnya, pada tahun 202, Tertullian menulis sebuah risalah berjudul On the Apparel of Women, di mana ia mendorong perempuan untuk mengenakan pakaian yang bagus, membuat gaun dan memberi perhatian rambut dan kulit mereka.

Tapi, dia mengutuk pakaian yang menggoda dan perhiasan yang dirancang untuk menarik perhatian.6

Selanjutnya, Clement dari Alexandria (150-215), Dalam risalahnya, The Instructor, menjelaskan secara detail tentang pakaian mewah, sandal dengan hiasan emas, gaya rambut yang rumit, dan banyak perhiasan yang dikenakan oleh wanita.

Dia mencantumkan susunan perhiasan wanita sebagai berikut: “Jaring rambut, pemotong, natron, dan baja; batu apung, pita, back-band, back-veil, cat, kalung, cat untuk mata….Earpendants, perhiasan, anting-anting; gelang-gelang berbentuk cekung berwarna mallow; gesper, jepitan, leher, belenggu, segel, rantai, cincin, bubuk, bos, band, olisbi, batu Sardian, kipas angin, heliks. ”7

Saya tidak tahu apakah anda mengenal semua daftar perhiasan tersebut..

Clement bertanya-tanya, “ Bagaimana mereka menanggung beban seperti itu tidak khawatir akan kematian. O sangat bodoh! sangat konyol kegilaan yang ditampilkan! Untuk hal ini ini Nabi Zefanya menubuatkan: ‘Dan perak mereka dan emas mereka tidak akan dapat membebaskan mereka di hari murka Tuhan. ‘Tetapi bagi para wanita yang telah dilatih di bawah Kristus, sangat cocok untuk menghiasi diri mereka sendiri bukan dengan emas, tetapi dengan Firman, yang melalui-Nya emas itu akan bersinar. ”8

Menurut Clement, orang Kristen seharusnya tidak mengatakan, “Saya memiliki, dan memilikinya dalam kelimpahan: mengapa kemudian saya tidak boleh menikmatinya? Terserah saya…

Tetapi mereka seharusnya berkata, “Saya memiliki: mengapa saya tidak memberikan kepada mereka yang membutuhkan?” 9

Baca Juga: 7 Prinsip Alkitab Mengenai Pakaian dan Perhiasan/Berdandan

Selanjutnya, dia menjelaskan prinsip penatalayanan yang bertanggung jawab:

“Adalah mengerikan bagi seseorang untuk hidup mewah, sementara banyak orang yang membutuhkan pertolongan.

Adalah jauh lebih mulia untuk berbuat baik kepada banyak orang, daripada hidup mewah! Jauh lebih bijaksana untuk menghabiskan uang untuk orang yang membutuhkan, daripada perhiasan dan emas!

Adalah jauh lebih berguna untuk mendapatkan teman-teman yang ramah, daripada hiasan yang tak bernyawa! ”10

Seruan serupa ditemukan dalam tulisan-tulisan Cyprian (meninggal pada tahun 258), yang melayani sebagai pemimpin gereja di Carthage, Afrika Utara.

Dalam risalah kecilnya, On the Dress of Virgins, dia mendorong para wanita untuk hidup sederhana.

Dia menyatakan bahwa seorang Wanita yang tidak sopan tidak dapat mengklaim dirinya sebagai milik Kristus.

“ Setelah memakai sutra dan ungu, mereka tidak dapat mengenakan Kristus; dihiasi dengan emas, dan mutiara, dan kalung, mereka telah kehilangan perhiasan hati dan roh. ”11

Cyprian memohon kepada para wanita dia mengatakan:

“Jangan rusak roman wajah anda, jangan menghiasi leher anda, jadilah sosok yang sederhana; jangan sampai luka dibuat di telinga Anda..

Jangan biarkan rantai gelang dan kalung yang berharga melingkari lengan atau leher Anda..

Biarkan kaki Anda bebas dari pita emas, rambut tidak diwarnai, mata mu layak untuk memandang Tuhan. ”12

Desakan-desakan ini mengungkapkan bahwa beberapa orang Kristen di abad kedua dan ketiga terpengaruh oleh cara hidup yang luar biasa dan tidak sopan di zaman mereka..

Karena itu para pemimpin gereja membuat seruan yang terus-menerus untuk mendorong orang Kristen hidup sederhana dan solem dalam berpenampilan.

Hal yang sama berlaku di zaman kita sekarang ini. Banyak orang Kristen lebih mengikuti mode dunia ini dibanding mengikuti arahan Alkitab tentang kesopanan, kesederhanaan, dan kesoleman.

Dengan melihat sejarah pakaian dan perhiasan digereja mula-mula, sekarang saya mengerti mengapa kita tidak dianjurkan mengenakan perhiasan dibadan dan ditempat lainnya.

Ref..

  1. William Barclay, The Letters of James and Peter (Philadelphia, 1960), pp. 261-263.
  2. Ibid
  3. ibid
  4. Michael and Ariane Batterberry, Fashion, The Mirror of History (New York, 1982), p. 52
  5. Tertullian, Apology 42, The Ante-Nicene Fathers, eds., Alexander Roberts and James Donaldson (Grand Rapids, 1973), vol. 3, p. 49.
  6. Tertullian, On the Apparel of Women 13, The Ante-Nicene Fathers (Grand Rapids, 1972), vol. 4, p. 25.
  7. Clement of Alexandria, The Instructor 2, 13, The Ante-Nicene Fathers (Grand Rapids, 1979), vol. 2, p. 269.
  8. Ibid
  9. Ibid, 268.
  10. Ibid
  11. Cyprian, On the Dress of Virgins 12, The Ante-Nicene Fathers, Alexander Roberts and J. Donaldson, eds., (Grand Rapids, 1971), vol. 5, p. 433.
  12. Cyprian, On the Dress of Virgins 21 (note 15), p. 435.
Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *