Kebahagiaan Orang Yang Berdukacita
“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Matius 5:4
Jika ada pengalaman yang paling tidak menyenangkan adalah ketika menghadapi dukacita. Sedih pasti, menangis iya.
Kehilangan sesuatu yang berharga selalu mendatangkan dukacita. Kematian anggota keluarga atau sahabat. Kehilangan pekerjaan. Harta milik, dll.
Tetapi ada satu dukacita yang luput dari kesedihan dan tangisan kita. Yaitu dosa. Pelanggaran hukum. Hidup jauh dari Tuhan. Ketidakadilan, dll.
Tidak sedikit yang merasa tenang dan bisa tertawa gembira hidup dalam kegelapan dosa.
Menipu sesama, perselingkuhan, percabualan, perzinahan, mencuri, munafik, berbohong, hidup dalam kepelesiran.
Kefanatikan. Kesombongan. Gila jabatan. Gila uang, dll.
Merasa tidak ada yang hilang, dan tidak ada yang perlu ditangisi disana. Padahal sebenarnya, kita telah kehilangan banyak hal, bahkan bisa kehilangan hidup kekal kita.
Ketika Yesus mengatakan berbahagia orang orang yang berdukacita, perhatian-Nya sementara tertuju kepada mereka yang sedang bergumul dalam dosa.
Benar, Yesus berempati dan simpati kepada duka karena kematian orang yang kita kasihi. Bahkan dia menangis bersama dengan mereka yang menangis.
Tetapi disini Yesus memperluas makna dukacita melampaui kesedihan hati karena kematian secara fisik dari orang terkasih kita.
Dukacita yang dinyatakan di sini adalah hati yang sungguh berduka karena dosa. (Kotbah diatas bukit, 19)
Arti dukacita
Kata berdukacita, Bahasa Yunani pentheō. Dalam Bahasa inggris, Mourn.
Sebuah kata yang secara umum menunjukkan berduka yang amat sangat. Dan itu berbeda dengan lupeomai, kata yang secara umum berarti “berduka” (Mat. 14: 9; 1 Petrus 1: 6).
Faktanya, itu adalah rasa kebutuhan rohani yang dalam yang menuntun manusia untuk “berduka cita” atas ketidaksempurnaan yang mereka lihat dalam kehidupan mereka sendiri.
Kristus di sini mengacu pada mereka yang, dalam kemiskinan roh, rindu untuk mencapai standar kesempurnaan (lih. Yes 6: 5; Rom 7:24).
Kata kerja berdukacita biasanya digabungkan dengan tangisan (Markus 16:10; Lukas 6:25; Yakobus 4: 9; Wahyu 18: 15-19).
Di sini, “Dukacita” bukanlah dukacita dunia yang menghasilkan “kematian” (2Korintus 7:10) karena kegagalan, penderitaan, dan akibat dari dosa.
Tetapi dukacita yang mengalir dalam air mata yang menyucikan, dukacita atas dosa itu sendiri dan noda yang ditinggalkannya pada jiwa.
Apabila kita sudah mulai mengerti sedikit tentang Tuhan Yesus dan hati kita sudah mulai penuh akan pengharapan kerajaan Allah. Maka terasalah suatu kesedihan yang mendalam di dalam hati sanubari kita. Yaitu kesedihan karena kekuasaan dosa merajalela di dalam hati kita. Bahwa hidup kebudayaan, gereja, masyarakat, Negara kita pun tidak cocok, tidak dapat sesuai dengan kerajaan Allah. Pada saat berita tentang kerajaan Allah itu sampai kepada kita, terasalah betapa kesedihan jiwa kita karena keadaan kita tak sebagaimana mestinya.
J. Verkuil, Kotbah di Bukit. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 14
Dan sementara seseorang ditarik untuk memandang Yesus yang ditinggikan di atas kayu salib, dia pun akan melihat keberdosaan umat manusia. Dia akan melihat bahwa dosalah yang mencambuk dan menyalibkan Tuhan kemuliaan itu. Dia lihat bahwa sementara dia telah dikasihi dengan kelembutan yang tak terkatakan, kehidupannya telah menjadi suatu pemberontakan dan suasana tak berterima kasih yang berkelanjutan. (Kotbah diatas bukit, 19)
Dukacita seperti itu “akan dihibur.” Allah menyatakan kesalahan kita supaya kita boleh lari kepada Kristus, dan melalui Dia kita dibebaskan dari perhambaan dosa, dan bergembira dalam kemerdekaan putra-putra Allah. Dalam penyesalan yang benar kita boleh datang ke bawah salib itu, dan di situlah kita tinggalkan beban kita.
(Kotbah diatas bukit, 19)
Penghiburan bagi yang berduka
Jadi, mereka yang berdukacita karena dosa, akan mendapat penghiburan. Penghiburan apa? Tentu saja pengampunan dosa.
Paulus mengatakan, “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya dan yang ditutupi dosa-dosanya.” Roma 4:7
Kata “mereka akan dihiburkan” dalam Bahasa aslinya disebut parakaleō. Artinya untuk memanggil ke sisi seseorang, “untuk memanggil bantuan.” “Menasihati”, “menghibur”, “mendorong.”
Seorang teman yang dipanggil adalah seorang paraklētos, dan pelayanannya sebuah paraklēsis. Dalam 1 Yohanes 2: 1 Yesus disebut paraklētos.
Setelah kepergian-Nya, Dia berjanji untuk mengirim “Penghibur ”(lihat di Yohanes 14:16), Gr. paraklētos, Roh Kudus, untuk tinggal bersama kita sebagai teman yang selalu ada.
Saat Tuhan memenuhi rasa keperluan akan perkara rohani dengan kekayaan rahmat surga (lihat pada ay 3).
Baca juga: Kebahagiaan Orang Miskin
Syarat mendapat penghiburan
Jadi Dia memenuhi dukacita atas dosa dengan penghiburan dari dosa yang diampuni. Tetapi kita harus memiliki rasa membutuhkan.
Karena itu, berduka karena dosa merupakan syarat bagi mereka yang ingin mendapat penghiburan, sebagai calon warga kerajaan surga.
Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah.” 2 Korintus 1:5.
Tuhan mempunyai kasih karunia khusus untuk orang yang berdukacita, dan kuasanya adalah untuk, meluluhkan hati dan memenangkan jiwa-jiwa.
Kasih-Nya membuka saluran ke dalam jiwa yang luka dan memar, dan menjadi obat yang menyembuhkan bagi mereka yang berdukacita.
Jadi, berbahagialah orang yang berdukacita karena dosa, bagi mereka ada pengampunan. Berdukacita disini mencakup penyesalan dan pertobatan. Meninggalkan hidup dalam dosa karena pelanggaran terhadap perintah Allah.
Seperti orang yang telah dibebaskan dari hutang, dia akan bersukacita. Seperti orang yang bebas dari penjara, dia akan bersukacita.
Sukacita penghiburan karena telah diampuni dari dosa tentu melebihi semua itu.