Pastordepan Media Ministry
Beranda Renungan Hukum Tabur Tuai Menurut Galatia 6:7-10

Hukum Tabur Tuai Menurut Galatia 6:7-10

“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Galatia 6:7

“Cepat atau lambat dalam hidup, kita semua akan duduk untuk perjamuan menikmati konsekuensi perbuatan kita.”

Menabur. Menuai. Dua hal itu yang kerap kita lakukan. Kita semua adalah penabur dan penuai.

Setiap hari kita semua menabur. Apa saja kita tabur. Rajin menabur akan dapat tuaian banyak suatu waktu.

Tetapi tergantung apa yang ditabur dan bagaimana menabur. Menabur benih yang kurang baik, hasilnya juga kurang baik. Itu hukum Alam.

Istilah dalam pertanian menabur dan menuai ini juga berlaku dalam kehidupan rohani kita.

Paulus menggunakan istilah ini untuk memanggil orang Kristen supaya terlibat dalam “pertanian Rohani.”

Konteks Galatia 6:7 adalah pembicaraan Paulus mengenai berjalan dalam Roh, yang dalam Galatia 5 dia jelaskan dengan baik.

Kemudian di Galatian 6:1 dia beralih ke pelayanan menuntun orang kejalan yang benar. Kemudia ayat 2 untuk saling menolong, dst..

Galatia 6:6 mengenai perbuatan baik kita, yang dilakukan untuk Kristus sebagai benih yang ditaburkan untuk kekekalan.

Galatia 6:7 bahwa semua perilaku kita adalah benih yang ditaburkan, dan bahwa panen akan sesuai dengan benih yang kita tabur—dalam jenis, kualitas, dan kuantitas.

Setiap perbuatan memiliki akibat

Untuk mengilustrasikan hukum moral dan etika Allah yang tidak dapat diganggu gugat, Paulus megambil dari hukum pertanian, bahwa penanaman benih tertentu akan menghasilkan panen sesuai dengan jenis benih yang ditanam.

Jika kita menanam kacang, kita akan memanen kacang, bukan jagung! Oleh karena itu, kita yang menentukan jenis panen rohani apa yang akan dituai. Kualitas dan kuantitasnya.

Kehidupan kita saat ini adalah “waktu menabur benih” yang menandakan panen kekal kita, yang kualitasnya tergantung pada penaburan saat ini.

Perbuatan jahat sering kali mengandung “benih” hukuman dan di dalamnya ada kehancuran, bahkan seperti benih mengandung unsur-unsur yang kemudian menghasilkan buah.

Jadi sementara kita menjalani hidup, berpikirlah seperti seorang petani, bukan seorang birokrat.

Hukum tabur dan tuai tidak dapat diubah terlepas dari apakah kita percaya atau tidak.

Anda percaya atau tidak dengan hukum gravitasi, namun bila anda loncat dari atas gedung anda tetap akan jatuh ke tanah dan cedera atau bisa mati.

Anda percaya atau tidak dengan hukum tabur dan tuai, anda akan menerima kosekuensinya suatu saat.

Jadi, semua yang kita pikirkan, cara kita bersikap, dan tindakan yang kita lakukan terus-menerus, itu adalah masa menanam untuk suatu saat kita akan tuai.

Poinya, panen tidak bisa dihindari.

Asal Kata Menabur

Kata “Menabur” dari kata Yunani “speiro” dari “spao” artinya menarik. Secara harfiah berarti menaburkan (benih) dan kebalikan dari menuai atau mengumpulkan.

Dalam penggunaan Yunani klasik speirō dapat berarti “menabur” atau “menanam” benih, “menabur” gagasan, “menyebarkan” atau “membubarkan” benda atau orang, dan bahkan “melahirkan” Speiro digunakan secara kiasan untuk menggambarkan penaburan “benih” Sabda Allah, Injil (Mat 13:19).

Gagasan dan ajaran yang telah ditanamkan seperti benih di hati mereka, yaitu diterima di dalam hati mereka (Markus 4:18).

Yesus menggunakan speiro berulang kali dalam perumpamaan-Nya (Mat 13:3, 18, 24, 31) Rangkuman terhadap kata speiro adalah:

(1) Secara harfiah, menabur benih, menyebarkan (Mat 6.26)….

(2) Secara metaforis; memberitakan Sabda Allah, menyebarkan Injil sebagai benih ilahi (Mrk 4.14).

Dalam Perjanjian Baru speirō muncul sekitar 50 kali, dalam dua kategori makna utama.

Setengahnya ada di dua perumpamaan tentang menabur dalam Matius 13 (dan paralel dalam Markus 4 dan Lukas 8).

Menabur Masa Muda

Mereka yang di masa mudanya menabur rumput liar akan mendapatkan panen yang buruk untuk dituai di hari tua (Ams 22:8).

Tidak heran di dunia ini ada begitu banyak pria dan wanita yang sudah tua kecewa.

Mereka menyia-nyiakan masa-masa keemasan yaitu masa muda mereka dengan kehidupan yang ceroboh dan pemanjaan diri.

Dan sebagai akibatnya hidup mereka rusak. Dan yang ironis adalah tahun-tahun terakhir hidup mereka dimasa tua sangat menyedihkan dan tidak bahagia.

Lain halnya dengan pria dan wanita yang, di masa mudanya, hidup dengan tertib berjalan di hadapan Tuhan dalam pengendalian diri, menolak untuk menjadi budak sensualitas.

Bagi mereka Rambut putih adalah mahkota yang indah, yang didapat pada jalan kebenaran.(Ams 16:31). Masa tua mereka diberkati.

Menabur Angin

Dalam Hosea 6:7, “Sebab mereka menabur angin, maka mereka akan menuai puting beliung..”

Konteks ayat ini adalah ketika para penguasa Israel berpikir bahwa penyembahan mereka kepada Baal dan aliansi asing mereka akan menghasilkan panen perdamaian dan kemakmuran yang baik.

Israel telah menabur benih dosa, dan mereka akan segera menuai penghakiman dari Allah.

Bahkan sekarang, jika mereka menabur kebenaran pun, mereka akan menuai belas kasihan pada panen berikutnya.

Kita semua menabur ke dalam hidup kita, tetapi apakah kita menabur benih kebenaran?

“Tanaman” apa yang akan tumbuh dari benih yang ditanam hari ini, atau minggu lalu, atau bulan lalu?

Setiap orang menabur apa yang nantinya akan dia tuai dan menuai apa yang telah dia tabur sebelumnya.

Ini adalah hukum kehidupan. Paulus katakan bahwa Tuhan tidak dapat dipermainkan.

Kita semua menabur masa depan kita sendiri, dan benih yang kita tabur adalah perbuatan yang kita lakukan hari ini.

Dan, ironisnya, terkadang ada perbuatan yang kita lalaikan atau yang harusnya kita lakukan tetapi kita tidak lakukan, itu akan menjadi benih juga dan menghasilkan panennya.

Misalnya, kita seharusnya tidur dengan teratur setiap malam. Tetapi jam tidur kita terus abaikan selama bertahun tahun. Akhirnya ditahun-tahun yang akan datang kita menjadi sakit.

Sangat banyak contoh yang dapat ditambahkan.

Perbuatan yang tidak kita lakukan memiliki kekuatan besar untuk kebaikan atau kejahatan, tergantung motifnya.

Kisah pembuat lonceng

Kaisar Charlemagne ingin memiliki lonceng yang luar biasa untuk gereja yang telah dia bangun.

Seorang seniman bernama Tancho dipekerjakan oleh gereja untuk membuat lonceng tersebut.

Atas permintaan kaisar, lonceng itu akan dilengkapi dengan sejumlah besar tembaga, dan seratus pon perak.

Tetapi Tancho berbuat curang. Dia mengambul perak itu untuk dirinya sendiri, dan menggantikannya dengan sejumlah timah murni. Akibatnya lonceng itu menjadi sangat berat.

Ketika lonceng itu selesai dikerjakan, dia menyerahkan lonceng itu kepada Kaisar, yang menggantungnya di menara gereja.

Namun, lonceng itu tidak dapat dibunyikan. Jadi Tancho dipanggil untuk membantu.

Tapi dia menarik begitu keras sehingga penutupnya jatuh dan menimpanya dan dia mati. Dia menuai apa yang telah dia tabur!

Menabur Benih yang Salah

Ada sebuh cerita tentang seorang buruh tani yang diberi perintah untuk menanam sebidang jelai.

Segera dia lakukan. Tetapi dia menabur gandum, bukan jelai. Setelah beberapa minggu, pemilik pertanian datang untuk memeriksa tanaman dan tercengang melihat gandum yang tumbuh, bukan jelai.

Pekerja itupun diminta untuk melapor ke kantor. Pemilik berbicara, “Aku menyuruhmu menanam jelai,” katanya. “Mengapa kamu menabur gandum?”

“Oh,” pria itu menjawab, “Saya tidak berpikir itu akan membuat perbedaan. Saya pikir bahkan jika saya menanam gandum, saya bisa mengharapkan jelai yang muncul.”

Dengan marah, pemilik berteriak, “Apakah kamu gila, kawan? Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

Si pekerja menjawab, “Saya mendapat ide itu dari Anda, Pak. Saya telah memperhatikan cara Anda hidup.

Dan saya perhatikan bahwa meskipun Anda terus-menerus menabur ‘benih kejahatan’, Anda berharap menuai ‘buah kebajikan’!”

Tidak ada yang bisa menghindari hukum alam menabur dan menuai. Apapun yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai. Apa yang kita tabur?

Kisah lainnya..

Seorang wanita memberikan kepada anaknya yang masih remaja sebuah mobil bekas.

Kemudian remaja itu mulai mengendarai mobilnya dan seringkali ngebut. Suatu pagi mobilnya tergelincir dan menabrak tiang listrik.

Remaja itu terlempar melalui kaca depan dan dilarikan ke rumah sakit. Ketika pendetanya sampai di rumah sakit, ibu anak itu panik. Dia menggenggam tangan pendeta dan berseru,

“Mengapa Tuhan membiarkan kecelakaan ini terjadi?”

Pertanyaan itu jelas salah. Pertanyaan yang meleset dari kebenaran. Dia tidak bisa menyalahkan Tuhan atas kecelakaan itu.

Tuhan tidak membatalkan aturan menabur dan menuai hanya karena kita menjadi orang Kristen.

Benih kesalahan mungkin ditaburkan secara rahasia, tetapi panennya tidak dapat disembunyikan.

Dalam Galatia 6, Paulus menekankan pentingnya menabur benih perilaku yang menghormati Tuhan.

Karena “apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal 6:7).

Kita tidak dapat mengharapkan untuk menerima buah berkat Tuhan jika kita tidak menaburnya.

Benih yang kita tabur hari ini menentukan jenis buah yang akan kita tuai besok.

Jika kita tidak menabur apa-apa selain dosa, kita akan mendapatkan panen penghukuman Tuhan.

Tabur dan tuai adakah hukum alam, petani tahu kapan dan apa yang harus ditanam untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Mereka akan memanen gandum jika mereka menabur gandum. Tidak mungkin menabur lalang dan menuai gandum.

Hukum moral dan hukum kehidupan juga berlaku sama. Anda tidak dapat menabur dosa dan menuai kebenaran.

Atau pemanjaan dan menuai kesehatan, atau perselisihan dan menuai kedamaian.

Anda tidak dapat menabur “perbuatan daging” dan menuai “buah Roh.”

Jadi kebenarannya adalah Anda menuai apa yang Anda tabur. Dari satu butir jagung akan muncul ratusan butir jagung.

Banyak kehidupan yang hancur karena menabur angin, lalu mereka menuai badai.

Dunia berada dalam kekacauan dan jutaan jiwa yang tak terhitung jumlahnya tersandung dalam perjalanan buta mereka menuju neraka!

Dan semua itu karena orang-orang hidup bertentangan dengan kehendak Allah.

Jadi, ketika kita menghadapi godaan, kita perlu mendengarkan hati nurani kita. Jauh lebih baik menghindari melakukan tindakan yang nantinya akan kita sesali daripada hidup dengan konsekuensinya.

“Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” Gal 6:8.

Lebih lanjut dikatakan, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” Galatia 6:9.

Jadi, benih apa yang sudah kita tabur? Apakah kita akan mengambil kesempatan untuk, “berbuat baik kepada semua orang,” (Ayat 10)

Kebaikan yang kita lakukan tidak pernah hilang, Setiap tindakan baik akan berakar, Dan setiap keping cinta yang kita tabur Pada waktunya akan menghasilkan buah yang melimpah.

Apa yang kita tabur, pasti akan kita tuai (Gal 6:7, 8).

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

22 pelajaran Alkitab

Iklan