Hagar Pulang, Sarai Senang

SARAI duduk termenung di depan tendanya. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin dia sedang merenungkan kehilangan Hagar.
Atau mungkin dia merenungi kesalahannya. Tidak jelas apa yang ada dalam benaknya. Hanya dia yang tahu. Tapi wajahnya nampak lusuh.
Sebetulnya dia tidak bahagia Hagar pergi. Walau dia sempat memberontak. Hagar hambanya yang setia melayani semua keperluannya.
Dia seorang pelayanan yang cekatan. Tidak perlu disuruh. Dia sudah paham apa yang harus dilakukan. Apa yang disukai dan tidak disukai Sarai.
Jauh dilubuk hatinya dia sangat kehilangan Hagar. Namun ini semua salahnya. Mau bagaimana lagi. semua sudah terjadi. Disesali tidak ada guna. Namun keadaan masih dapat diperbaiki.
Dalam ketidaktahuan mereka, jauh diperbatasan Mesir, malaikat Tuhan menjumpai Hagar dan meyuruh dia pulang. Seperti cerita sebelumnya..
Maka saat Sarai duduk termenung di depan tendanya, tatapan matanya tiba-tiba sangat tajam dan fokus melihat dikejauhan, seseorang dengan perut besar berjalan kearah rumahnya..
Semakin dekat, dia dapat mengenali dari postur dan cara jalannya bahwa itu adalah Hagar.
Sarai mungkin sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Maka saat Hagar semakin mendekat, dia memanggil-manggil Abram suaminya untuk keluar tenda..
Dari kejauhan Hagar juga melihat Sarai dan Abram sedang berdiri memandangi kepadanya. Jantung Hagar berdetak semakin kencang. Rasa besalah kepada tuannya semakin membayangi pikirannya.
Sebetulnya dia tidak ingin kembali, tetapi karena malaikat Tuhan yang suruh, maka dia pulang.
Hal ini menunjukkan banyak hal tentang imannya kepada Tuhan. Mengapa ia berani pulang setelah Sarah memperlakukannya dengan buruk?
- Dia yakin bahwa dia dapat percaya kepada Tuhan meskipun dalam kondisi apapun.
- Dia menyimpulkan bahwa kebaikan Tuhan lebih besar daripada permusuhan Sarah.
- Dia tahu bahwa jika Tuhan memanggilnya, Dia bisa menjaganya.
Dan benar saja, saat dia pulang keadaan sudah berubah. Melihat Hagar, tidak ada lagi kemarahan dalam diri Sarai.
Bahkan dia menanti kepulangan Hagar. Abram? Oh dia gembira Hagar kembali kerumah. Sebab dia mengandung benihnya sendiri..
Saat Hagar tiba dihadapan Sarai dan Abram, dia segera bersujud dan meminta ampun, “ Maafkan saya telah berbuat lancang dan lari dari rumah.” Kata Hagar..
Abram membantu Hagar berdiri, “ Tidak mengapa, kami senang kamu pulang..” Jawab Abram..
“ Saya juga minta maaf telah menindasmu dengan kejam..” Sahut Sarai..
Untuk merayakan kepulangan Hagar dan perdamaian diantara mereka, diadakanlah jamuan makan. Suasana menjadi cair kembali..
Hagar menceritakan kepada Abram dan Sarai tentang pengalamanya bertemu dengan Malaikat Tuhan dan bagaimana Malaikat itu memberi nama kepada anak dalam kandungannya..
Akhirnya setelah prahara yang terjadi sebelumnya, sekarang rumah tangga Abram kembali tenang. Mungkin tidak tenang-tenang amat, namun tidak lagi terjadi keributan seperti sebelumnya..
Karena masing-masing kembali menempatkan diri pada posisi sebelumnya. Abram kembali memimpin dengan aktif. Hagar kembali pada posisinya sebagai hamba Sarai.
Dan Sarai kembali sebagai Nyonya rumah..
Maka secara cepat, narasi mengatakan, “Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael.”
Hagar adalah ibu kandung, sedangkan Sarai adalah ibu sah. Penamaan itu dilakukan oleh Abram dan bukan Hagar.
Meskipun ini adalah anak pertamanya, ia adalah anak yang lahir dari daging dan bukan Roh dan dengan demikian tidak akan berada dalam garis keturunan Mesias.
Galatia 4:21-31, menyebut Ismael sebagai anak dari seorang hamba perempuan dan Ishak digambarkan sebagai anak dari seorang perempuan merdeka
Ismael lahir 11 tahun setelah Abram menetap di tanah Kanaan. Perhatikan bahwa sekarang akan ada selang waktu 13 tahun hingga cerita berikutnya dalam Kejadian 17:1.
Ismael akan tumbuh sebagai anak sulung dan sebagai satu-satunya anak laki-laki, jadi ia mungkin “dimanjakan.”
Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya.
Berikut ini adalah penerapan sederhana untuk direnungkan: Kita tidak pernah menyelesaikan masalah hidup dengan melarikan diri.
Sebagian besar dari kita pernah mencoba cara itu pada satu waktu atau yang lain. Itu tidak pernah berhasil.
Sebagian besar waktu pertumbuhan rohani datang saat kita menghadapi masalah kita secara langsung.
Kehadiran Hagar merupakan teguran yang menyakitkan bagi mereka berdua atas dosa-dosa mereka! Mereka tidak dapat memandangnya tanpa diingatkan akan kebodohan mereka.
Kita sering kali seperti hamster peliharaan. Kita mencoba melepaskan diri dari kurungan atau cobaan yang Tuhan berikan kepada kita, berpikir bahwa dengan begitu kita benar-benar bisa hidup.
Namun, Tuhan melihat bahwa kebutuhan kita yang sebenarnya adalah untuk tunduk kepada-Nya dalam cobaan itu.
Kita perlu menyadari bahwa sama seperti Tuhan melihat Hagar, Dia melihat kita. Dia khususnya melihat penderitaan kita.
Jika dalam cobaan kita mau melihat, seperti Hagar, kita akan melihat Tuhan dalam belas kasihan-Nya terhadap kita.
Penulis Prancis, Paul Claudel, menulis, “Kristus tidak datang untuk menghapus penderitaan; Dia tidak datang untuk menjelaskannya; Dia datang untuk memenuhinya dengan kehadiran-Nya.”
Kesalahan Abram dan Sarai tidak untuk diikuti. Itu menjadi pelajaran untuk kita agar kita lebih bijaksana dalam berpikir dan bertindak.
Semua mereka salah. Namun semua mereka kembali berdamai. Namun semua akibat dari kesalahan itu harus mereka tanggung, yaitu penderitaan.
Mari kita berdoa agar jika kita menderita, kita akan melihat Tuhan yang melihat kita.
“Engkaulah El-Roi.” Sebab katanya: “Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?” Kejadian 16:13
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now