Dari Tragedi Menjadi Komedi

ilustrasi pesawat jatuh

[pastordepan.com]Beberapa kisah mengenai penumpang Lion Air JT610 sangat menyesakkan hati. Kematian yang tiba-tiba menimpa mereka membuat shock keluarga mereka dan masyarakat.

Betapa tidak, beberapa jam sebelum peristiwa tersebut semuanya baik-baik saja. Jauh hari sebelum mereka terbang, ketika mereka mencari tiket untuk penerbangan Senin pagi tersebut tidak ada bisikan yang memberitahukan bahwa pesawat dengan penerbangan jam tersebut akan menuju maut.

Pepatah mengatakan, “Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak artinya kehidupan didepan kita adalah rahasia Allah, untung maupun malang sering datang tiba-tiba tanpa disangka.”

Apapun yang kita rencanakan hari ini, esok ketika tiba hari dimana kita akan mewujudkan rencana itu, tidak ada jaminan semua akan berjalan baik-baik saja. Dan kalau rencana itu berjalan dengan baik, itu hanya kemurahan Tuhan semata.

Sang Pilot, Bhavye Suneja, yang menerbangkan pesawat tersebut tidak bisa menjamin akan tiba dengan selamat di tujuan, dia tewas dalam kecelakaan tersebut bersama 188 penumpang lainya. Dengan demikian dia meninggalkan seorang istri yang baru dia nikahi 2 tahun lalu dengan dukacita yang berat, padahal sang Pilot ini sudah merencanakan akan kembali ke India bersama istrinya dan bekerja disana, rencana itu pupus sudah.

Seorang yang bernama Syahrudin asal Batuceper Tangerang, harus meninggalkan istri dan 3 anaknya dalam duka yang berat. Mereka ditinggalkan ayah yang selama ini menjadi tumpuan hidup mereka.

Alfiani Hidayati Solikah (19), pramugari pesawat nahas tersebut baru saja bekerja 2 bulan di maskapai Lion Air. Dia baru saja menikmati pekerjaan nya sebagai pramugari yang menjadi impian nya selama ini. Dia adalah kebanggaan keluarga nya, tetapi semua menjadi tinggal cerita.

Wahyu Aldila (32) dan putranya Serdan (4) berangkat ke Jakarta pada Sabtu lalu untuk menonton pertandingan Timnas U-19. Sementara istrinya sedang hamil anak kedua 5 bulan, menunggu kepulangan suami dan anaknya dari Jakarta, bukan penantian sukacita yang dia dapatkan melainkan perpisahan dengan suami dan anaknya. Istrinya akan melahirkan dalam dukacita karena tidak lagi didampingi suami tercinta dan dia akan membesar kan anak-anak nya tanpa seorang suami yang menjadi tumpuan keluarga.

Kisah-kisah yang penuh duka terus menerus kita dengar. Berbagai jenis peristiwa yang merenggut nyawa orang-orang yang kita kasihi tidak pernah berhenti, mulai dari kematian karena bencana alam, penyakit, kecelakaan, dll.

Kita merindukan suatu dunia yang damai, bebas dari kematian, penderitaan dan kesusahan. Dunia dimana tidak ada air mata, tidak ada dukacita, tidak ada perkabungan. Kita merindukan dunia yang seperti itu.

Kita tidak menemukan dunia yang seperti itu sekarang ini.

Kitab suci mengatakan:

1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.

2. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.

3. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka.

4. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”1

Kitab suci mengatakan, bumi yang pertama dimana kita hidup sekarang ini, dimana akibat dosa nyata dengan penderitaan dan kesusahan yang menimpa seluruh mahkluk hidup akan berlalu, Tuhan akan menggantikan dengan dunia baru dimana tidak ada lagi penderitaan, disana tidak ada lagi kecelakaan, kematian, dll.

Itulah hari esok yang penuh pengharapan yang sedang kita nantikan. Semua Tragedi akan menjadi komedi, dukacita akan menjadi sukacita yang abadi.

Biarlah peristiwa kecelakaan pesawat Lion Air, yang mengakibatkan korban jiwa meninggal, dan tangisan keluarga korban yang sangat menyesakkan dada dapat menjadi bahan renungan kepada kita semua bahwa hidup kita sangat rentan dengan maut.

Karena itu biarlah doa Musa menjadi doa kita, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”2

Kita berdoa untuk keluarga Korban, diberikan kekuatan dan ketabahan menghadapi dukacita ini. Tuhan kiranya menghibur kan.

————-
Wahyu 21:1-4
Mazmur 90:12

Gambar: www.cntraveler.com

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *