Cara Berpuasa yang Benar Menurut Matius 6:16-18

“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.”

Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Matius 6:16-18.

Kita sudah membahas 2 kewajiban agama yaitu sedekah dan doa. Sekarang kita pelajari yang ketiga yaitu PUASA.

Ingat kembali, bahwa poin yang ingin disampaikan Yesus adalah kebawajiban agama tidak boleh dilakukan untuk tujuan pamer.

Nampaknya, bukan hanya sedekah dan doa yang dijadikan sebagai sarana penonjolan kesalehan diri agar dipuji manusia, termasuk juga dengan puasa.

Yesus mengatakan, “Apabila kamu berpuasa..” disini Yesus tidak sedang menyuruh murid-murid-Nya berpuasa, tetapi juga tidak melarangnya.

Puasa itu baik dan itu akan dilakukan oleh murid-murid-Nya, di Matius 9:15.

Seseorang berpuasa adalah urusannya sendiri. Intisari puasa adalah kesadaran akan kebutuhan pribadi untuk melakukannya.

Maksud Yesus adalah bahwa puasa harus menjadi pengalaman pribadi yang dilakukan karena rasa kebutuhan itu, dan bukan sebagai formalitas kesalehan atau untuk mendapatkan reputasi bahwa kita orang saleh lebih dari orang lain.

Tidak ada kebaikan dalam puasa hanya karena seseorang diperintahkan untuk melakukannya.

Puasa berarti menahan diri dari makanan untuk jangka waktu tertentu. Puasa terdiri dari pantang makan untuk mengekspresikan ketergantungan pada Tuhan dan tunduk pada kehendak-Nya.

Praktik puasa sering disebutkan dalam Alkitab, disertai berpantang makan umumnya dilakukan dengan doa.

Daud berpuasa ketika anaknya sakit (2 Samuel 12:16); Daniel berpuasa ketika dia mencari terang khusus dari Tuhan (Daniel 9:3).

Paulus dan Barnabas berpuasa ketika mereka menunjuk para penatua (Kis. 14:23); Ester berpuasa sebelum menemui Ahasyweros (Ester 4:16).

Perjanjian Lama hanya menetapkan satu puasa, yaitu puasa pada Yom Kippur atau Hari Pendamaian (Im. 16:29, 31)

Namun tradisi Yahudi mengharuskan puasa dua kali seminggu (Lukas 18:12), disamping sedekah dan doa.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi memandang praktik sedekah, doa dan puasa sangat penting.

Sehingga mereka tidak hanya sekedar mengikutinya, tetapi melakukannya secara terbuka dan sebagai kesaksian akan kesalehan sejati tetapi dalam kenyataannya itu hanya lahiriah semata.

Karena Ketika mereka sedekah, itu harus dilihat orang. Berdoa juga harus dilihat orang. Dan Ketika mereka berpuasa, mereka mengubah air mukanya supaya dilihat orang.

Mereka tidak melihat agama sebagai masalah kerendahan hati, pertobatan, atau pengampunan, tetapi sebagai masalah upacara dan tampilan yang membanggakan.

Oleh karena itu, ritual lahiriah yang mereka pamerkan sebagai lambang kebenaran ilahi sebenarnya menandai mereka sebagai orang-orang munafik yang fasik, seperti yang dinyatakan Yesus dalam ayat diatas.

Ritual dan rutinitas keagamaan selalu menjadi bahaya bagi kesalehan sejati. Bahkan pergi ke gereja, membaca Alkitab, mengucap syukur saat makan, dan menyanyikan himne dapat menjadi rutinitas yang tidak bernyawa di mana penyembahan yang benar kepada Allah tidak ada didalamnya.

Berpuasa tidak menciptakan iman, karena iman tumbuh dalam diri kita ketika kita mendengar, membaca, dan merenungkan Firman Tuhan; itu adalah pekerjaan Roh Kudus untuk membawa iman kepada umat Allah.

Yesus katakan, “Janganlah muram mukamu seperti orang munafik.” Orang-orang Farisi akan memasang “wajah muram, murung, tampak sedih” untuk menyiarkan kepada semua yang mereka temui bahwa mereka aktif berpuasa.

Baca Juga:

7 Alasan Rohani Mengapa Berpuasa

Lakukan 5 Hal Ini Sebelum Mati

Dengan berpuasa untuk pamer, maka mereka mendapat upahnya dari manusia.

Upahnya adalah tepuk tangan. Pujian dari manusia. Dan itulah yang mereka cari. Dan mereka mendapatkannya.

Yesus katakan, “Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu..”

Minyak adalah simbol kegembiraan (Mzm. 45:7; 104:15). Maka, mengurapi kepala dengan minyak melambangkan berkat yang diterima (pasal 23:5; 92:10).

Artinya, ketika melakukan puasa, mereka harus berpakaian dan berpenampilan seperti biasa, karena puasa itu bersifat pribadi.

Cucilah mukamu, ini kiasan, artinya jangan seperi orang munafik yang mengenakan topeng diwajah, dengan muka muram, murung untuk pamer kesalehan dan menutupi kebusukan didalam.

Bersihkan hati dari bentuk pertunjukan kesalehan. Puasa akan kehilangan maknanya jika dilakukan untuk “menampakkan diri kepada manusia..”

Karena puasa itu murni urusan antara manusia dengan Tuhannya, bukan antara seorang manusia dengan sesamanya.

Karena itu diayat 18, Yesus menekankan berpuasa ditempat tersembunyi, yaitu hanya kita dan Tuhan yang melihat.

Puasa seperti itulah yang akan mendapat upah dari Tuhan, yaitu perkenaan Tuhan.

“Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *