Ayub Menderita Karena Kesalehannya (Ayub 5:1-5)
Elifas tahu banyak tentang Tuhan, namun dia salah mengerti mengapa Ayub menderita. Dia menilai Ayub orang berdosa dan bodoh.
Maka serangan Elifas belum berhenti di pasal 4. Dia melanjutkan di pasal 5. Dia masih berpegang kepada prinsip pembalasan. Argumennya bahwa Ayub orang berdosa masih terus dia suarakan..
Komentarnya tentang orang bodoh di ayat 3-7 ditujukan kepada Ayub. Dia lebih kritis bahkan tajam menusuk hati..
Dengan kembali kepada ratapan Ayub, Elifas mengatakan bahwa tidak ada yang mendengar teriakan minta tolong Ayub.
Berserulah — adakah orang yang menjawab engkau? Dan kepada siapa di antara orang-orang yang kudus engkau akan berpaling? (5:1)
Dia mengatakan Ayub telah ditinggalkan oleh semua orang, baik manusia maupun kekuatan spiritual.
Jadi, sia-sia bagi Ayub untuk memanggil seorang perantara di surga untuk campur tangan dan membantunya, karena dosanya telah membuatnya tidak layak menerima bantuan.
Tidak ada dari malaikat-malaikat suci (lihat 4:18; bandingkan 1:6; 2:1) yang akan membela perkara Ayub.
Selanjutnya, Elifas menyebut Ayub orang bodoh dan orang bebal. Dia hancur oleh kebodohannya sendiri.
Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati. (2)
Elifas menyiratkan bahwa Ayub iri pada orang lain yang tidak harus mengalami penderitaan seperti yang ia alami, dan Ayub tidak menerima apa yang Tuhan bawa ke dalam hidupnya.
Kemudian Elifas menunjukkan bagaimana nasib orang-orang bodoh diayat 3-5.
Sering orang bodoh hidup makmur, namun tidak lama. Kemudian mereka akan mengalami kehancuran..
Elifas secara tidak langsung mengatakan bahwa, Ayub sedang berakar, tetapi sekarang dunianya hancur berantakan.
Menurut Elifas, kutukan atas harta warisan orang bodoh menimpa anak-anaknya.
Masyarakat Semit kuno memandang keluarga sebagai satu kesatuan. Maka semua anggota keluarga bergembira atau menderita tergantung kesuksesan atau kegagalan salah satu anggotanya.
Kehilangan harta warisan keluarga adalah tragedi terburuk. Akibatnya, anak-anak orang bodoh harus menanggung beban kutukan yang ditimpakan pada harta warisan akibat kebodohan ayahnya.
Beberapa akibat kutukan tersebut dijelaskan oleh Elifas…
“Anak-anaknya selalu tidak tertolong, mereka diinjak-injak di pintu gerbang tanpa ada orang yang melepaskannya.”
Dengan tidak sensitif, Elifas membuat referensi tajam terhadap kehilangan anak-anak Ayub, sehingga memperparah penderitaannya atas kematian mereka.
Jadi Elifas katakan, kematian semua anak-anaknya karena dosa Ayub.
Lalu dengan bahasa sarkasme, Elifas menyinggung tentang kehancuran harta Ayub,
“Apa yang dituainya, dimakan habis oleh orang yang lapar, bahkan dirampas dari tengah-tengah duri, dan orang-orang yang dahaga mengingini kekayaannya.” (5)
Ayub kehilangan kekayaannya karena kutukan atas orang-orang jahat. Dia menggambarkan bagaimana kaum miskin yang kelaparan mengeksploitasi kekayaan orang kaya.
Memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh kutukan, anggota masyarakat yang rendah ini menyerbu ladang orang kaya yang bodoh itu dan merampok gudang-gudangnya.
Karena itu Ayub dan keluarganya menjadi pengemis sebagai bukti nyata kebodohannya.
Elifas selanjutnya berargumen di ayat 6-7 bahwa kesengsaraan manusia tidak muncul begitu saja (dari debu/dari tanah). Kesengsaraan ada sebabnya. Karena kejahatan.
“Karena bukan dari debu terbit bencana dan bukan dari tanah tumbuh kesusahan; melainkan manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya, seperti bunga api berjolak tinggi.”
Menurut Elifas, seperti percikan api secara alami terbang ke atas, begitu pula masalah yang dialami Ayub adalah konsekuensi alami dari dosa manusia.
Dia menunjukkan bahwa apa yang dialami Ayub bukanlah kejutan atau kecelakaan, karena masalah adalah bagian dari kondisi manusia yang menimpa semua orang, termasuk Ayub.
Elifas mendorong Ayub untuk merenungkan doktrin pembalasan. Ia menunjukkan bahwa orang yang tidak bersalah tidak pernah binasa, orang yang benar (yasar) tidak pernah dihancurkan.
Jadi Elifas sekali lagi menilai bahwa penderitaan Ayub karena dia telah melakukan dosa. Maka, kalau seseorang mati muda, dia pasti jahat, meskipun orang tersebut tampak saleh.
Tapi nanti dipasal 21, Ayub akan menjawab teologi Elifas, yang bagi Ayub sangat menyesatkan.
Poinnnya, penderiaan Ayub bukan karena dosanya. Dia menderita justru karena kesalehannya. Kalau Ayub bukan orang saleh, kemungkinan setan tidak akan mengajukan proposal untuk mencobai Ayub.
Lebih baik menderita sebagai orang saleh daripada sebagai orang jahat..
Petrus mengatakan,
Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.”
“Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now


