Arti ‘Membangun Makam Nabi dan Memperindah Tugu Orang Saleh’

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh

dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu.

Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!” Matius 23:29-32

Peringatan celaka terakhir adalah sebuah kutukan. Yesus menunjukkan bagaimana mereka sama seperti nenek moyang mereka yang membunuh nabi-nabi. Mereka membunuh Yohanes Pembaptis.

Selama ratusan tahun para pemimpin agama menjadi yang terdepan dalam usaha membangun makam para nabi dan menghiasi monumen orang-orang suci dan pahlawan Israel.

Kemudian mereka akan naik mimbar dalam upacara penghormatan terhadap orang-orang besar di masa lalu dan akan memberikan pujian yang paling keras.

Mereka tahu bahwa banyak dari orang-orang kudus itu mati karena dianiaya dan menjadi martir oleh nenek moyang mereka sendiri..

Dalam setiap peringatan mereka akan berkata, jika kita hidup pada zaman mereka, kita tidak akan membunuh para nabi..

Tentu perkataan ini sangat bertentangan. Nyatanya, mereka sendiri turut membenci dan hendak membunuh Yohanes pembabtis, nabi terakhir yang datang kepada mereka..

Disini Yesus membuka kemunafikan mereka dengan menyingkapkan karakter mereka yang sebenarnya, dengan menyatakan bahwa “kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu.”

Pada saat itu juga mereka berencana untuk membunuh Yesus, Mesias mereka dan Nabi para nabi, membuktikan bahwa mereka justru lebih jahat daripada nenek moyang mereka.

Mereka begitu termakan oleh kebencian terhadap kebenaran dan keadilbenaran Allah sehingga mereka buta total terhadap kenyataan bahwa mereka akan segera menyalib Anak Allah.

Yesus menegaskan, “Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!”

Artinya, merekalah yang akan menjadi puncak semua kesalahan orang-orang di masa lalu yang membunuh para utusan Tuhan.

Karena itulah Yesus menyampaikan kutukan terakhir kepada mereka. Dia berseru,

“Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?”

Pertanyaan ini bersifat retoris, artinya mereka tidak mungkin lepas dari hukuman neraka, karena mereka melakukan niat jahat yang kini meracuni hati mereka.

Ular beludak mengacu pada ular berbisa kecil yang hidup terutama di daerah gurun Palestina dan bagian lain di Mediterania timur. Dalam bahasa Yunani disebut echidna.

Ular ini bentuknya seperti ranting kering dan sering menyamar disana. Ketika seseorang yang sedang mengumpulkan kayu untuk api sering kali secara tidak sengaja memungutnya dan digigit, seperti yang terjadi pada Paulus di Pulau Malta.

Ular berbisa itu sangat mematikan, dan ketika Paulus tidak terluka akibat gigitannya, penduduk pulau yang percaya takhayul mengira dia adalah dewa (Kisah 28:3, 6).

Oleh karena itu, ular beludak dapat dimengerti sebagai sesuatu yang mematikan dan menipu. Yohanes pembaptis juga menyebut mereka sebagai ular beludak..

Pada zaman Kristus, kata echidna secara umum dikaitkan dengan kejahatan dan bahaya yang ekstrem.

Maka ketika Yesus menyebut ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai keturunan ular beludak, Dia menyatakan bahwa mereka jahat dan mematikan, seperti ular beludak dengan bisa beracun.

Karena itu mereka tidak akan selama dari api neraka. Ungkapan kalimat neraka secara harafiah diterjemahkan sebagai Gehenna.

Gehenna adalah nama Yunani untuk Lembah Hinom, yang terletak di sebelah selatan tembok kota Yerusalem.

Tempat ini berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah kota dan tempat bangkai hewan dibakar dan dibusukkan.

Yesus sering menggunakan Gehenna sebagai gambaran untuk membedakan berkat-berkat kerajaan-Nya.

Ketika Yesus yang mengaitkan ular beludak dengan hukuman neraka menunjukkan praktik umum yang dilakukan seorang petani..

Dia akan membakar tunggul kering di ladangnya untuk menyiapkan lahan untuk penanaman berikutnya.

Artinya mereka pun akan dibinasakan seperti tunggul kering diladang, karena mereka tidak berbuah, tidak berguna..

Poinnya, para pemuka agama bermuka dua. Dalam hati mereka sedih mengingat para nabi telah dibunuh oleh nenek moyang mereka.

Dalam hati mereka tidak akan melakukan kejahatan itu jika mereka hidup pada masa dulu..

Tetapi fakta mengatakan, mereka sama saja dengan nenek moyang mereka. Bahkan mereka lebih jahat karena mereka mengulangi dosa nenek moyang mereka..

Ketika kita melakukan dosa yang sama dengan orang-orang jaman dahulu, kita lebih jahat karena tidak belajar dari sejarah mereka..

Para pemimpin yang mengulangi kesalahan pemimpin sebelumnya, lebih jahat lagi. Para siswa yang mengulangi kesalahan siswa sebelumnya, lebih jahat lagi..

Intinya, apa pun dosa, kesalahan orang-orang dimasa lalu, entahkah itu orang tua kita, saudara kita, pemimpin kita, siapa saja..dan kita mengulangi kesalahan yang pernah mereka lakukan..maka kita lebih bersalah dari mereka..

Karena itu mari, jangan mengulangi perbuatan buruk orang-orang tua kita dimasa lampau..

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *