Arti dan Makna Puasa dari Sudut Pandang Alkitab

Pendahuluan

Alkitab memperkenalkan Puasa sebagai hal yang baik, beguna dan perlu dilakukan. Karena itu Alkitab menganjurkan orang-orang untuk berpuasa. Doa dan puasa sering dikaitkan (Lukas 2:37; 5:33).

Sehingga Ketika berpuasa, doa dan belajar Alkitab menjadi aktifitas yang tidak boleh diabaikan. Selain itu dalam berpuasa diperkenalkan satu cara hidup berpantang dari makanan. Dilakukan dengan jangka waktu tertentu.

Berpuasa biasanya dilakukan secara kelompok atau bersama-sama dengan orang-orang percaya atau secara pribadi. Dalam Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru terdapat banyak

contoh tentang doa puasa seperti puasa Daniel, puasa Ester, puasa Elia, puasa Yohanes Pembaptis dan lain-lain.

Doa puasa yang demikian sering dijalankan dan telah berdampak besar bagi kelompok (bangsa) maupun pribadi-pribadi umat yang menjalankannya.

Berdasarkan pengalaman, telah terbukti bahwa puasa itu sangat bermanfaat untuk membentuk kwalitas rohani dan semangat pelayanan umat Allah menjadi lebih kokoh.

Contoh doa puasa yang dilaksanakan oleh Ezra. Dia berpuasa untuk mendapatkan sebuah jawaban, dan Tuhan menjawab doanya.

Apakah itu Puasa?

Puasa adalah disiplin rohani yang diajarkan dalam Alkitab. Yesus mengharapkan pengikut-Nya untuk berpuasa, dan Dia berkata bahwa Tuhan memberi berkat puasa.

Puasa, menurut Alkitab, artinya secara sukarela mengurangi atau menghilangkan asupan makanan untuk waktu dan tujuan tertentu.

Pentingnya Puasa

Sejarah mencatat bahwa puasa itu penting, dibutuhkan, karena itu para pemimpin di zaman dulukala melakukannya, baik raja, nabi, imam, maupun umat.

Bagian ini menyajikan landasan Alkitabiah serta fondasi teologis tentang pentingnya puasa di zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Puasa pada Zaman Perjanjian Lama

Dalam PL ada dua jenis puasa, publik dan privat. Puasa umum diumumkan secara berkala (2 Taw 20:3; Ezra 8:21-23; Nehemia. 1:4-11; Yer. 36:9).

Puasa selalu disertai dengan doa dan permohonan dan sering dengan mengenakan kain kabung sebagai tanda pertobatan dan berkabung (Neh. 9:1; Dan. 9:3;

“Merendahkan atau menyiksa diri sendiri,” sinonim dengan “puasa,” diperlukan pada Hari Pendamaian (Im. 16:31-34).

Puasa umum biasanya berlangsung sehari, dan berbagi jenis persembahan dibuat (Im. 16:1-5; Hak. 20:26; Yer. 14:11-12).

Tulisan-tulisan nubuatan berisi peringatan keras agar tidak menyalahgunakan ritual puasa (Yes. 58:1-9; Yer. 14:11-12; Zak. 7:3-5; 8:18-19).

Nabi Yoel, tanpa ragu menyerukan puasa umum dan ratapan bersama (Yoel 1:8-2:17).

Puasa pribadi dilakukan sebagai tindakan penebusan dosa (2 Sam. 12:15-23; 1 Raja-raja 21:27; Maz 69:1-15), ketika orang lain jatuh sakit (Mzm 35:13-14), dan ketika seseorang dituduh dan dicemooh (Mzm 109:4-21).

Dalam Perjanjian Lama ada 4 kata utama untuk menunjukkan puasa. 4 kata Yang paling umum adalah tsowm, digunakan 26 kali, dan tsuwm kata yang sama, digunakan 21 kali.

Kata-kata ini digunakan dalam konteks menyangkal sementara dari makanan untuk diri sendiri. Puasa yang dimaksud dengan kata ini biasanya dinyatakan untuk memohon kebaikan Allah (Ezra 8:21), menunjukkan pertobatan (Yun. 3: 5), dan / atau sebagai tanda berkabung (2 Sam. 1:12).

Kata Ibrani lainnya adalah, nazar, yang dalam Zakharia 7: 3 diterjemahkan sebagai “puasa” (NIV), “abstain” (ESV), atau “pemisahan” (KJV), kata ini telah digunakan sepuluh kali dalam Alkitab.

Kata ini membawa arti memisahkan atau menguduskan diri untuk jangka waktu yang lama atau permanen demi kesucian.

Istilah ini terutama digunakan (empat dari sepuluh kali) sehubungan dengan janji nazir untuk mengkususkan diri bagi TUhan (Bil. 6: 2–6).

Kata keempat, `anah, yang berarti“menderita atau rendah hati, ”kadang-kadang digunakan dalam konteks menyangkal diri sendiri melalui puasa.

Dua contoh penting dari penggunaan ini adalah sehubungan dengan puasa Hari Pendamaian dalam Imamat 23: 27–32 dan doa syafaat dan puasa syafaat Daud dalam Mazmur 35:13.

Jadi Dari keempat istilah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa puasa dalam Perjanjian Lama menunjukkan penolakan sementara atas makanan dan merendahkan diri di hadapan Allah untuk menunjukkan kesedihan yang mendalam atau untuk mencari perkenaan Allah.

Kitab Suci menginformasikan Musa berpuasa, Daniel melakukan hal yang sama. Daud, Elia, dan Ester, menjalankan kegiatan ibadah ini pula.

Ketika menghadapi kesulitan, Yoel diperintahkan Tuhan untuk meminta umat Israel mengadakan puasa (Yoel 1).

Pada zaman Perjanjian Lama berpuasa itu dianggap sangat penting, itu sebabnya selalu dianjurkan dan dilaksanakan.

Pada era tersebut, ibadah puasa sering diminta Tuhan sebelum Ia menampakkan diri-Nya dihadapan umat Israel. Salah satu contoh tentang hal ini adalah ketika Tuhan menyatakan diri-Nya digunung Horeb.

Musa dinasihati Allah untuk pergi kepada bangsa Israel dan menyuruh mereka menguduskan diri serta mencuci pakaiannya sehari sebelum Tuhan menampakkan diri-Nya dihadapan umat Israel (Keluaran 19:10-11).

Puasa pada Zaman Perjanjian Baru

Perjanjian Baru menggunakan tiga kata Yunani, semuanya dari akar yang sama, untuk menunjukkan puasa: nēsteuō (digunakan 21 kali), nēsteia (8 kali), dan nēstis (2 kali) .

Secara harfiah kata ini dapat diterjemahkan sebagai “tidak makan,” namun konteks kata-kata ini digunakan untuk merujuk pada suatu ritual atau praktik keagamaan

Dalam PB Yesus dicatat sebagai yang pertama berpuasa. Yesus menghadapi masa-masa sulit selama dalam cobaan yang dihadapkan oleh Setan kepada-Nya (Matius 4:1-2).

Empat puluh hari digunakan oleh Yesus bergumul dalam doa dan puasa untuk persiapan berperang melawan Iblis.

Selanjutnya, ketika seorang anak muda yang dirasuk setan dibawa kepada murid-murid Yesus, mereka tidak mampu mengeluarkan setan itu dari dalam diri anak itu.

Dalam peristiwa ini Yesus menegaskan bahwa setan yang menguasai anak itu tidak dapat diusir kecuali dengan berpuasa dan berdoa (Markus 9:14-29; Matius 17:14-21).

Informasi Perjanjian Baru lainnya juga memunculkan sosok Yohanes bersama murid-muridnya. Injil Markus mencatat bahwa mereka juga pada saat itu melakukan kegiatan berpuasa sebagaimana yang dipraktekkan oleh tokoh Kitab Suci lainnya (Markus 2:18).

Jemaat di Antiokhia berdoa dan berpuasa pada saat mengangkat dan mengutus Paulus dan Barnabas untuk pelayanan dalam perjalanan misionaris yang pertama (Kisah 13:2-3).

Ketika mengangkat penatua jemaat di Antiokia, murid-murid mengadakan doa dan puasa (Kisah 14:23).

Rasul Paulus juga mempunyai kebiasaan berpuasa (2 Korintus 11:27). Rekan sekerjanya juga mengadakan puasa ketika mereka dalam kesesakan, kesukaran, penderitaan, dan dipenjara karena pelayanan (2 Korintus 6:4-5).

Hana, anak Fenuel dari suku Asyer, seorang janda berumur 84 tahun yang dikenal sebagai salah seorang nabi Allah yang setia beribadah pada zaman Perjajian Baru berpuasa (Lukas 2:36-37).

Karena itu ada dua alasan yang membuat puasa itu penting bagi umat Kristen:

(1) Karena Yesus memang mengharapkan kita untuk berpuasa,

(2) Gereja Kristen yang mula-mula juga berpuasa.

Bagi banyak orang selama masa Perjanjian Baru, puasa telah menjadi sekadar ritual untuk menunjukkan kesalehan atau kebiasaan daripada cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Lukas 18: 10-12). Itu sebabnya Yesus mengecam puasa yang hanya pamer kesalehan (Mat. 6: 16-18).

Maksud Puasa`

Ada beberapa maksud dalam berpuasa, misalnya ketika mengadakan persiapan pelayanan, ketika membutuhkan kuasa rohani, pada saat gereja menghadapi suatu krisis, waktu menghadapi pencobaan, ketika krisis rohani dan jauh dari Tuhan, ketika menghadapi masalah serta bahaya atau ancaman, dan untuk pengampunan dosa.

1. Persiapan Pelayanan

Yesus, setelah baptisan di sungai Yordan, Yesus dituntun oleh Roh Kudus ke padang gurun dimana Ia mengadakan perenungan untuk misi penyelamatan umat manusia dengan cara berdoa dan berpuasa (Matius 4:2).

Dengan melakukan puasa, Yesus diberikan kekuatan menempuh perjalanan pelayanan yang sulit untuk suatu misi yang besar.

Jemaat di Antiokhia ketika mengangkat dan mengutus Paulus dan Barnabas adalah berhubungan dengan kebutuhan dalam pekerjaan pelayanan (Kisah 13:2-3), sebagaimana juga dengan pengangkatan penatua jemaat di Antiokia yang dilakukan oleh murid-murid (Kisah 14:23).

2. Ketika Membutuhkan Kuasa Rohani

Ketika umat Kristen akan menghadapi peperangan melawan tipu muslihat Iblis dan berjuang melawan penghulu dunia yang gelap serta roh-roh jahat di udara (Efesus 6:12).

Ketika orang Kristen menghadapi situasi seperti ini, mereka membutuhkan kuasa yang sangat khusus untuk mematahkan kekuatan Setan.

3. Ketika Gereja Menghadapi Suatu Krisis

Gereja yang mula-mula melakukan praktek puasa ketika menghadapi beberapa kebutuhan. Kisah Para Rasul menyatakan bahwa orang Kristen bersama para pemimpin gereja berpuasa.

Pada waktu Petrus dipenjarakan karena Injil Kristus, seluruh Jemaat terlibat dalam puasa dan doa.

4. Ketika Menghadapi Pencobaan

Puasa sangat penting sebagai suatu cara untuk menang melawan pencobaan. Yesus adalah contoh yang nyata.

Ia telah berpuasa 40 hari lamanya sebagai persiapan menghadapi cobaan yang besar, dan Yesus menang (Matius 4:1-11). Kemenangan-Nya ini adalah hasil dari penyerahan dan iman-Nya kepada Bapa.

5. Ketika Dalam Krisis Iman, Jauh Dari Tuhan

Pada waktu bangsa Yahudi telah jauh dari Tuhan, Ia menghimbau mereka untuk kembali kepada Tuhan dengan cara berpuasa dan menangis agar pehukuman tidak akan menimpa mereka (Yoel 2:12-17).

Orang-orang Yahudi ini berpuasa untuk membangkitkan rasa penyesalan akan dosa dengan menangis, dan bertobat dari kesalahan.

6. Ketika Menghadapi Masalah, Bahaya atau Ancaman

Yosafat berpuasa ketika mendapat ancaman dari ¬orang Edom (2 Tawarikh 20:3). Ezra memaklumkan puasa agar bangsa Yahudi aman dari ancaman musuh (Ezra 8:21-23).

Nehemia berpuasa untuk bangsa Israel ketika mendengar berita tentang kehancuran kota Yerusalem (Nehemia 1:4-7).

Orang Yahudi berkabung sambil berpuasa ketika mereka mendengar bahwa Haman telah mendapat informasi tentang surat perintah raja untuk memusnahkan bangsa Yahudi (Ester 4:3).

7. Untuk Memohon Pengampunan Dosa

Musa melakukan puasa selama 40 hari bukan karena pelanggaran yang ia lakukan tetapi memohon kepada Tuhan untuk mangampuni dosa umat Israel (Ulangan 9:15-18).

Ahab berpuasa untuk meminta pengampunan dari Tuhan atas dosanya karena melakukan penyembahan berhala (1 Raja 21:17-29).

Demikian pula dengan Daniel, ia menjalankan puasa untuk pengampunan dosa bangsa Yahudi (Daniel 9:3-5).

Tujuan Puasa

Tujuan utama puasa adalah untuk pembentukan rohani yang kuat. Sebagai bagian dari disiplin Kitab Suci, puasa amat bermanfaat untuk mempertajam kwalitas kerohanian umat percaya secara individu. Ini dapat dilihat dari berbagai pengalaman rohani yang dijalani oleh tokoh-tokoh Kitab Suci baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru.

Cara Berpuasa Yang Benar

Berpantang Dari Makanan

Puasa itu artinya berpantang secara total terhadap makanan. Pengertian ini ia dasarkan pada kata Yunaninya yakni “nestea.”

Kata ini berasal dari kata “nea” artinya “tidak” dan “estea” artinya “makan.” Jadi arti kata “nestea” adalah tidak makan atau berpantang terhadap makanan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, juga memberikan arti yang sama, “Menghindari makan minum dengan sengaja, terutama berkaitan dengan keagamaan.”

Pengendalian Selera dan Hawa Nafsu

Salah satu sifat daripuasa adalah berkaitan dengan selera. Puasa itu bukan menyiksa diri, melainkan pengendalian selera dan nafsu.

Berpuasa bukan berarti berpantang ama sekali terhadap makanan, melainkan membatasi diet terhadap hal-hal penting yang sederhana untuk mempertahankan kesehatan dan kekuatan fisik.

Puasa dikelompokkan kedalam enam jenis: The Absolute Fast (puasa yang sifatnya absolute), the Normal Fast (puasa yang normal), the Partial Fast (puasa hanya sebagian saja), the John Wesley Fast (puasa John Wesley), the Rotation Fast (puasa rotasi), the Supernatural Fast (puasa supranatural).

Lamanya Berpuasa

Dari segi durasi, ibadah puasa ini telah dilaksanakan secara bervariasi. Alkitab tidak pernah merekomendasikan jangka waktu tertentu secara permanen.

Pada zaman PerjanjianLama puasa sering dilaksanakan selama satu hari, misalnya pada hari raya Pendamaian (Imamat 16:29-31; 23:26-32; Bilangan 29:7.), dan biasanya berlangsung mulai matahari terbit sampai matahari masuk (Hakim-hakim 20:26; 1 Samuel 14:24; 2 Samuel 1:12; 3:35).

Puasa juga dapat dilaksanakan hanya satu malam seperti yang pernah diterapkan oleh raja Darius (Daniel 6:19).

Kadangkala puasa dilakukan selama tiga hari sebagaimana pengalaman orang Yahudi ketika mereka diminta oleh Ester untuk berpuasa(Ester 4:16).

Puasa selama tujuh hari seperti yang dilakukan orang Yabesh-Gilead ketika Saul dan anak-anaknya mati dibunuh orang Filistin (1 Samuel 31:13; 1 Tawarikh 10:12).

Pada zamanPerjanjian Lama kegiatan puasa selama empat puluh hari pernah dilakukan oleh pemimpin Israel yaitu Musa ketika ia menerima sepuluh loh batu di atas gunung Sinai(Keluaran 34:28; Ulangan 9:9). Yesus sebelum dicobai oleh Iblis melakukan puasa dalam jumlah hari yang sama sebagaimana Musa (Matius 4:2).

Maka dalam Alkitab, puasa bukan bersifat paksaan. Itu harus dilakukan secara sukarela untuk tujuan pembentukan kerohanian.

Tuhan tidak pernah menentukan berapa lama manusia berpuasa. Hal ini tergangung pada pribadi dan situasi.

Paulus hanya menyebutkan bahwa ia sering berpuasa (2 Korintus 6:5; 2 Korintus 11:27), tanpa menyebutkan berapa lama ia puasa.

Walaupun Musa berpuasa selama 40 hari (Keluaran 34:28), sebagaimana yang dilakukan Juruselamat (Matius 4:2), tapi itu bukan menjadi acuan yang mutlak.

Kita tidak diharuskan berpuasa selama empat puluh hari. Tuhan sudah menjalankan puasa itu bagi kita di padang belantara pencobaan. Tidak ada kebajikan dengan puasa seperti itu.

Aktivitas Selama Puasa

Puasa bukan hanya sekedar tidak makan dan tidak minum. Ada beberapa aktivitas yang dapat dilakukan ketika seseorang sedang menjalani ibadah ini. Alkitab memberikan contoh sebagai berikut:

(1) Merendahkan diri dan berdoa.

Ini dilakukan oleh bangsa Israel sehari sebelum Tuhan menampakkan diri didepan mereka (Keluaran 19:10-110).

Dalam persiapan menghadap Allah, secara pribadi mereka membersihkan jubah rohani dari kecemaran dosa, mereka merendahkan hati, berdoa, dan berpuasa agar hati mereka dapat dibersihkan dari kesalahan.

(2) Membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk (Yesaya 58:6).

Pada zaman Yesaya, orang Yahudi sudah biasa memeras dan menekan yang lemah, merampok janda dan yatim piatu, melakukan penipuan, dan melakukan praktek ketidak-adilan.

Mereka yang terbelenggu inilah yang perlu diberikan kelepasan lewat pelayanan ketika berpuasa.

(3) Memberikan pelayanan bagi yang lapar dan miskin, yang kekurangan makanan dan pakaian (Yesaya 58:7).

(4) Ketika berpuasa, hindarkan pertengkaran dan perkelahian (Yesaya 58:4).

(5) Bersyukur, menyanyikan puji-pujian kepada Allah, membuat petisi kepada Allah (dengan membaca Firman), dan melakukan ibadah penyembahan.

Kesimpulan

Sejarah berpuasa sebagai disiplin rohani telah dilakukan sejak jaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Orang-orang berpuasa dengan berbagai maksud dan tujuan. Puasa dilaksanakan untuk beberapa maksud yaitu untuk melakukan persiapan pelayanan, ketika umat Allah dan pelayan Injil membutuhkan kuasa rohani.

Itu dibutuhkan pada saat gereja menghadapi suatu krisis, dan ketika jemaat secara pribadi atau secara keseluruhan menghadapi pencobaan.

Aktivitas ini dibutuhkan pula pada saat umat percaya dalam krisis rohani dan jauh dari Tuhan, ketika mereka dalam keadaan bahaya atau ancaman, pada waktu menghadapi masalah yang serius, dan pada saat seseorang membutuhkan pengampunan dosa.

Tujuan utama diadakannya puasa itu adalah sebagai sarana untuk membangun dan mempertajam kwalitas kerohanian umat percaya secara individu, dan membuat seseorang memiliki pengalaman rohani yang lebih hidup.

Dengan berpuasa, kesadaran kita akan kebesaran Tuhan dan kasihNya akan semakin nyata. Maka Ibadah ditingkatkan, hubungan dengan Tuhan menjadi lebih kuat, persekutuan satu sama lain menjadi bermakna dan penting.

Seorang penulis bersaksi, karena puasa dan doa,

“Firman Allah menjadi lebih hidup bagi saya. Doa saya lebih bermakna dan efektif. Berpuasa telah memungkinkan saya untuk mengalami peningkatan sukacita akan Tuhan dan kuasa kebangkitan-Nya dengan cara yang baru.”

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *