Apakah Ada Kebangkitan Orang Mati? Menjawab Pertanyaan Orang Saduki

Baca Matius 22:23-28

Pada hari itu datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang berpendapat, bahwa tidak ada kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya:

“Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. Matius 22:23-24

Satu kelompok menyerah yaitu Farisi dan Herodian. Lalu datang kelompok lain. Kali ini orang-orang Saduki. Dari semua ormas yang ada, Saduki ormas yang paling kecil. Tetapi mereka kelompok yang paling kaya.

Mereka juga paling berpengaruh dari semua kelompok Yahudi, termasuk kelompok Farisi, Zelot, dan Eseni.

Ormas paling besar adalah Farisi. Anggotanya paling banyak. Fokus mereka adalah soal agama. Mereka paling populer, dan paling religius secara lahiriah.

Mereka teguh berpegang pada adat istiadat nenek moyang. Mereka suka menonjolkan praktek agama secara luar. Mereka legalis, percaya bahwa perbuatan membuat mereka diterima di sisi Tuhan.

Bagi mereka tradisi kerabian lebih otoritatif dibanding kita suci. Karena banyak tradisi tersebut mengakomodasi keinginan-keinginan mereka yang berdosa.

Kaum Zelot aktif dibidang politik dan militer. Mereka nasionalis sejati. Karena itu mereka sangat membenci Romawi dan berusaha menggulingkan..

Kaum Eseni adalah sekte penyendiri yang menghabiskan sebagian besar waktunya menyalin Perjanjian Lama.

Orang Eseni yang tinggal di Qumran, di pantai barat laut Laut Mati, yang menghasilkan apa yang dikenal sebagai Gulungan Laut Mati.

Orang-orang Saduki adalah petinggi Yudaisme. Mereka berperan besar dalam mengendalikan Bait Suci dan keimamatan.

Terutama melalui konsesi penukaran uang dan penjualan kurban dari Bait Suci (lihat Matius 21:12). Dari penjualan kurban ini mereka mendapakan banyak kekayaan..

Imam besar dan imam kepala hampir selalu adalah orang Saduki, sebagian besar anggota Sanhedrin, dewan tinggi Yahudi juga adalah orang Saduki..

Walau pun mereka mempunyai kuasa dan pengaruh yang besar, tetapi orang Saduki kurang dihormati oleh Sebagian besar orang-orang Yahudi, khususnya orang farisi.

Setidaknya ada tiga alasan, pertama karena mereka menjauhkan diri dari rakyat jelata. Kedua karena teologi mereka yaitu tidak percaya kebangkitan.

Ketiga, secara politik mereka pro kepada Romawi. Sebab hanya dengan ijin Romawi mereka dapat menjalankan agama mereka..

Karena ijin Romawi juga mereka dapat mengendalikan rakyat. Orang-orang Saduki diberi wewenang terbatas oleh Roma, bahkan sampai mempunyai pasukan polisi sendiri dalam bentuk penjaga Bait Suci.

Karena itu, mereka sangat tergantung penuh kepada Romawi dalam hal kekuasaan, maka masuk akal mereka mendukung Romawi..

Sikap itulah yang membuat orang-orang Saduki dibenci masyarakat.

Kekuasaan dan kekayaan mereka sangat tergantung kepada Bait Suci dan pasar keagamaan yang mereka selenggarakan.

Secara agama, orang-orang Saduki beraliran ekstrim fundamentalis. Paham yang berjuang untuk menegakkan kembali norma-norma dan keyakinan agama tradisional untuk menghadapi sekularisme.

Mereka manafsirkan kitab suci secara literal, akibatnya mereka sangat kaku dalam hal tertentu dibanding orang farisi.

Karena itu Ketika mereka membuat keputusan untuk rakyat cenderung lebih kejam, ekstrim dibanding kelompok lainnya.

Mereka sangat teliti dalam kemurnian agama Lewi dan membanggakan diri sebagai pemelihara iman yang sejati.

Mereka sangat mengutakaman lima kitab Musa dan mengesampingkan kitab lain. Buku selain kitab Musa, dianggap sebagai tafsiran..

Nah, dalam 5 kitab Musa, musa tidak mengajarkan secara langsung tentang kebangkitan, itu sebabnya orang-orang Saduki menyangkal realitas kebangkitan atau menolak adanya kebangkitan orang mati.

Padahal doktrin tentang kebangkitan orang mati lebih jelas diterangkan di kitab perjanjian lama, dan dalam literatur Yahudi dan tulisan para Rabi.

Tetapi karena mereka tidak menerima kitab-kitab tersebut, mereka tidak percaya adanya kebangkitan orang mati.

Dan perselisihan doktrin antara farisi dan Saduki terus berlanjut. Misalnya Ketika Paulus diadili oleh mahkamah agama. Farisi dan Saduki sama-sama duduk sebagai anggota disana..

Paulus tahu bahwa kedua golongan ini berseberangan dalam doktrin kebangkitan. Dengan cerdas Paulus menggunakan itu sebagai alat untuk memecah mereka..

Paulus katakan..

“Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi; aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati.”

Ketika ia berkata demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak itu.

Sebab orang-orang Saduki mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan dan tidak ada malaikat atau roh, tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya. Kisah 23:6-8..

Maka pengadilan itu mengalami kekacauan dan keributan dan Paulus dibebaskan.

Meskipun Farisi dan Saduki dalam banyak hal berbeda, tetapi mereka disatukan oleh kebencian mereka kepada Yesus.

Poinnya, pemahaman agama yang fundamentalis ekstrim seperti Saduki, akan menghasilkan kekerasan. Bahkan dibenarkan. Tidak sedikit orang membunuh dengan dalil membela agama..

Cara beragama seperti ini cenderung kaku dan keras. Tidak ada toleran dan menganggap yang berbeda paham adalah musuh. Dan memaksa supaya orang lain harus sejalan dengan mereka..

Cara beragama legalis juga tidak tepat, seperti orang farisi. Merasa bahwa keselamatan itu bisa dicapai dengan penurutan kepada hukum. Merasa diri sudah benar karena sudah menurut hukum.

Akhirnya menjadi sombong rohani dan munafik. Membenci orang yang berdosa dan menghakimi orang yang berdosa sebagai kayu bakar api neraka.

Cara beragama liberal juga kurang tepat. Tidak fanatik, tetapi cenderung membebaskan apa saja. longgar terhadap prinsip.

Beragama yang moderat mungkin lebih diterima. Tidak ekstrim dan liberal. Sangat toleran terhadap perbedaan dan keyakinan.

Kalau pun ada prinsip kebenaran yang melenceng, tidak menjadikan itu sebagai sumber pertikaian. Tetapi akan merangkul semua dengan persuasif.

Marilah kita beragama dengan gembira. Jangan jadikan perbedaan keyakinan sumber konflik. Gereja sudah punya doktrin yang telah diterima secara iman.

Kalau ada perbedaan tafsir atau sudut pandang, kita bisa diskusikan dengan gembira. Dan harus menghargai pandangan orang lain, walau bagi kita kurang tepat.

Pertanyaan Orang Saduki

Kita sudah tahu latar belakang orang-orang Saduki dan keyakinan teologis mereka. Sekarang simak baik-baik pertanyaan mereka berikut ini:

“Guru, Musa mengatakan, bahwa jika seorang mati dengan tiada meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu.

Tetapi di antara kami ada tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin, tetapi kemudian mati. Dan karena ia tidak mempunyai keturunan, ia meninggalkan isterinya itu bagi saudaranya.

Demikian juga yang kedua dan yang ketiga sampai dengan yang ketujuh.

Dan akhirnya, sesudah mereka semua, perempuan itu pun mati.

Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia.” Matius 22:24-28

Motif pertanyaan ini sama seperti orang Farisi, dilandasi dengan hati yang jahat. Tujuannya menjebak.

Mereka mau menunjukkan bahwa Yesus berpegang pada doktrin yang tidak memiliki dasar alkitabiah.

Perdebatan dimulai dengan menggutip Perjanjian Lama (PL) di Ulangan 25:5-10, yaitu tentang pernikahan levirat. Secara harafiah berarti “perkawinan dengan ipar”

Kata levirate, tidak ada hubungannya dengan suku Lewi, berasal dari kata Latin levir, yang berarti “saudara laki-laki suami”

Pada zaman itu, bila seorang pria yang sudah menikah meninggal dunia, tetapi belum mempunyai keturunan. Maka saudara laki-laki dari pria yang belum menikah akan menikahi janda pria yang telah meninggal itu..

Supaya dia bisa memberikan ahli waris kepada janda itu. Janda yang menikah dengan iparnya tersebut, bilamana dia melahirkan anak laki-laki pertama, maka itu dianggap sebagai keturunan sah dari suaminya yang meninggal itu.

Jadi tujuan utama peraturan ini adalah untuk melestarikan silsilah pria yang meninggal itu dan merawat janda yang telah ditinggal suaminya.

Sebenarnya sebelum Musa, pernikahan levirat seperti ini sudah terjadi sejak lama. Misalnya..

Ketika putra Yehuda, Er, dibunuh oleh Tuhan karena kejahatannya, Yehuda berkata kepada putra lainnya, Onan, yang belum menikah..

“”Hampirilah isteri kakakmu itu, kawinlah dengan dia sebagai ganti kakakmu dan bangkitkanlah keturunan bagi kakakmu.” Kejadian 38:8-10..

Onan tidak sepenuh hati ingin memberikan keturunan kepada perempuan itu. Itu sebabnya dia tidak menghamili perempuan itu..

Tetapi bagi Tuhan itu sebuah kejahatan dan Onan dihakimi Tuhan dan mati.

Jadi apa yang ditanyakan orang Saduki ini tentang menikahi ipar benar, memang berdasarkan Alkitab.

Tetapi cerita yang mereka sampaikan kepada Yesus dibuat-buat. Bukan kisah nyata. Berlebihan. Masa sampai semua saudaranya 7 orang meninggal semua..

Lalu akhirnya perempuan itu pun meninggal dunia. Maka poin pertanyaan mereka adalah..

Siapakah di antara ketujuh orang itu yang menjadi suami perempuan itu pada hari kebangkitan? Sebab mereka semua telah beristerikan dia.”

Nah pertanyaan ini juga mengada-ada, sebab mereka tidak percaya adanya kebangkitan..namun anehnya mereka menanyakan pertanyaan tentang kebangkitan..

Terlepas dari apakah pernikahan levirat masih dipraktikkan pada zaman Yesus atau tidak, kebiasaan ini diketahui oleh setiap orang Yahudi dan diakui sebagai ketentuan ilahi.

Bagi orang Saduki pertanyaan ini merupakan cara sempurna untuk membuktikan gagasan kebangkitan itu sebagai sesuatu yang absurd atau tidak masuk akal.

Mereka mencoba membuat sebuah studi kasus dengan tujuan membuat Yesus bingung menjawabnya dan akhirnya tidak bisa dijawab.

Jika pada hari kebangkitan, semua mereka 7 bersaudara dibangkitkan dan wanita itu, lalu bagaimana hubungan pernikahan mereka bisa didamaikan? Apakah ke 7 orang itu menjadi suaminya?

Dilema tersebut membuktikan bahwa gagasan kebangkitan jelas-jelas tidak masuk akal dan hanya khayalan..

Orang-orang Saduki mungkin mengharapkan Yesus diam dan enggan menjawab dan pergi dengan perasaan tersinggung, seperti yang mungkin pernah dilakukan oleh orang-orang Farisi.

Tetapi Yesus menjawab pertanyaan mereka, dan kita bisa baca diayat berikutnya..

Poinnya, kebangkitan orang mati adalah sebuah kebenaran. Kematian bukan akhir dari kehidupan. Di seluruh Alkitab paling sedikit ada 10 kisah kebangkitan dari kematian..

Tuhan secara ajaib membangkitkan orang mati untuk menandakan kebangkitan semua orang percaya

Berikut 10 Daftar orang yang dibangkitkan dari kematian..

  1. Anak Janda Sarfat (1 Raja-Raja 17:17-22).
  2. Anak Perempuan Sunem (2 Raja-Raja 4:18-37).
  3. Seorang Israel (2 Raja-raja 13:21-22)
  4. Anak Laki-laki seorang janda di Nain (Lukas 7:11-16)
  5. Putri Yairus (Lukas 8:49-56)
  6. Lazarus (Yohanes 11:1-47)
  7. Yesus Kristus (Matius 28:1-20; Markus 16:1-20; Lukas 24:1-49; Yohanes 20:1-21:25)
  8. Orang-Orang Kudus di Yerusalem (Matius 27:50-54)
  9. Tabita atau Dorkas (Kisah Para Rasul 9:36-42)
  10. Eutikhus (Kisah Para Rasul 20:7-12)

Dari 10 daftar orang-orang yang bangkitkan dari kematian, kita dapat melihat 4 diantaranya adalah anak tunggal.

Mereka masih sangat muda. Mati karena sakit. Sebenarnya hampir semua mereka mati karena sakit, kecuali Yesus dan Eutikus.

Yesus mati karena dianiaya. Eutikus mati karena kecelakaan. Dalam hal ini tidak penting apa yang menyebabkan kematian tersebut.

Mereka semua dibangkitkan oleh Tuhan, sebagai bukti otentik bahwa kematian telah ditaklukan oleh Yesus.

Karena itu, kita tidak perlu takut akan kematian. Karena ada jaminan kebangkitan.

“Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” Wahyu 14:13.

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *