Apa Maksudnya ‘Asal ada Makanan dan Pakaian Cukup’ di 1 Timotius 6:6-8
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” 1 Timotius 6:6-8.
Pada abad kelima, seorang pria bernama Arsenius bertekad untuk menjalani hidup suci. Jadi, ia meninggalkan kenyamanan masyarakat Mesir untuk menjalani gaya hidup sederhana di padang pasir.
Namun, setiap kali ia mengunjungi kota besar Alexandria, ia menghabiskan waktu untuk berkeliling pasar-pasarnya.
Ketika ditanya mengapa ia hanya berkeliling saja, ia menjelaskan bahwa hatinya bersukacita saat melihat semua hal yang tidak ia butuhkan.
Kita yang hidup dalam masyarakat yang dibanjiri barang dan gadget perlu merenungkan contoh penghuni gurun itu.
Sebuah supermarket biasa di Amerika Serikat pada tahun 1976 menyediakan 9.000 barang; sekarang telah menyediakan 30.000 barang.
Berapa banyak dari barang-barang itu yang benar-benar penting? Berapa banyak yang berlebihan?
Sulit bagi kita untuk berkata dengan tulus bersama rasul Paulus, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah” ( 1 Tim. 6:8 ).
Dalam perjuangan kita melawan materialisme yang menggoda dalam budaya kita, marilah kita mengikuti contoh Arsenius.
Saat kita berjalan di pasar dan pusat perbelanjaan, kita juga dapat bersukacita melihat semua barang yang tidak kita butuhkan.
Namun, itu baru langkah pertama. Langkah berikutnya adalah menjadi lebih bijak dalam membelanjakan uang..
Lebih murah hati dalam memberi kepada orang lain, dan lebih berkorban dengan sumber daya yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Kepuasan bukanlah mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi merasa cukup dengan apa yang kita miliki.
Kepuasan tidak datang dari banyaknya harta, melainkan dari sedikitnya keinginan.
Renungan: Apa yang dikatakan Paulus kepada saya dalam ayat ini? Mengapa ibadah yang disertai rasa cukup memberi keuntungan. Mengapa asal ada makanan cukup?