Apa Arti ‘Jika Hidup Keagamaan Tidak Lebih Benar Dari Ahli Taurat’ di Matius 5:20

“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Matius 5:20

Idealnya memang kehidupan pemimpin agama lebih baik dari umat yang dia pimpin. Karakter, moral, kerohaniannya. Hidupnya untuk diteladani.

Semacam semboyan Tut Wuri Handayani. Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.

Artinya, seorang guru adalah pendidik yang harus memberi contoh atau menjadi panutan. Seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi hidup.

Tut wuri artinya “di belakang” atau “mengikuti dari belakang” dan handayani yang berarti “memberikan semangat.”

Semboyan diatas gambaran ideal seorang guru, pemimpin agama. Namun perilaku itu jauh dari harapan. Guru-guru dan pemimpin agama saat itu tidak dapa menjadi teladan.

Praktek hidup mereka jauh dari kebenaran. Secara terus terang Yesus menyebut golongan pemimpin agama itu. Mereka adalah ahli taurat dan orang farisi.

Siapa itu ahli taurat dan orang farisi? Seperti apa hidup mereka dalam beragama?

Ahli taurat adalah para pakar dalam hukum Taurat yang menerangkan hukum Taurat itu sendiri bagi agama Yahudi. Mereka mengajar anak-anak dan orang dewasa mengenai taurat.

Mereka bertugas menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan untuk setiap situasi kehidupan keagamaan Yahudi.

Mereka disebut cendekiawan Yahudi. Mereka punya kedudukan yang tinggi dan menjadi anggota Sanhedrin.

Orang farisi adalah Sebuah kelompok religius di dalam Yudaisme. Mereka perjuangkan pengetahuan yang mendasar tentang Taurat dan tradisi para nenek-moyang.

Lalu, mengapa Yesus mengatakan, jika pola beragama tidak lebih baik dari mereka, tidak masuk dalam kerajaan sorga?

Mari, lihat seperti apa hidup beragama ahli taurat dan farisi. Cara mereka beragama dibongkar oleh Yesus. Kita bisa baca di Matius 23:3-39.

Ayat 3, “… mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” Bisa mengajar tetapi tidak bisa melakukan. Hanya teori. Prakteknya tidak ada.

Beberapa sifat mereka juga diterangkan:Munafik, suka pamer, menaruh beban dipundak orang. Motifasi untuk dilihat orang. Tinggi hati, haus pujian dan sanjungan, fanatik, tidak berbelaskasihan pada orang yang susah, dll.

Intinya hidup keagamaan mereka sekedar formalitas atau lahiriah saja.

Orang-orang Farisi memiliki Hukum di tangan mereka. Mereka mengetahui wahyu kekudusan Allah yang dinyatakan di sana.

Mereka mengetahui tuntutan Allah tentang tingkah laku orang benar, tetapi mereka tidak dapat mencapai standar itu.

Oleh karena itu, mereka merancang sebuah sistem supaya dapat menghindar dari persyaratan Hukum supaya manusia mencapai seperangkat standar pengganti.

Orang-orang Farisi berkata bahwa jika seseorang hidup sesuai dengan penafsiran mereka terhadap Hukum, mereka akan diterima oleh Tuhan.

Orang-orang Farisi telah menyusun Kitab Suci menjadi 365 perintah negatif dan 250 perintah positif, dan mengajarkan bahwa jika manusia menuruti semua ini, mereka akan diterima di hadapan Allah.

Mereka telah menafsirkan Hukum Allah untuk diterapkan hanya pada tindakan lahiriah, mereka tidak berpikir bagaimana melakukannya dalam tindakan.

Mereka mengatakan membunuh itu salah, tetapi mereka tidak mengajarkan apapun tentang kebencian yang menghasilkan pembunuhan.

Mereka mengatakan salah bagi seorang pria untuk melakukan perzinahan, tetapi tidak mengajarkan tentang nafsu yang menghasilkan perzinahan.

Baca Juga:

Apa Arti Meniadakan Hukum akan Menempati Tempat Rendah di Matius 5:19

Apa Arti Satu iota atau Satu Titik di Matius 5:18

Apa Arti ‘Aku Datang Bukan Meniadakan, Tetapi Menggenapi di Matius 5:17-18

Mereka mengatakan bahwa mencuri itu salah, tetapi tidak mengatakan apa-apa tentang ketamakan yang menyebabkan seseorang mencuri.

Bagi orang farisi, selama seseorang tidak tertangkap basah dalam suatu perbuatan, dia adalah orang yang benar.

Karena itulah mereka memuji diri sebagai orang yang tidak berdosa, karena tidak pernah tertangkap basah.

Maka tidak heran Yesus mengutuk ahli taurat dan orang farisi dengan kata celaka di Matius 23. Mereka ahli agama tetapi tidak menghidupkan esensi agama itu yaitu kasih dan belaskasihan.

Kebenaran ahli taurat dan orang Farisi hanya kulit luarnya saja.

Karena itu Yesus menekankan, kalau cara beragama model ahli taurat dan farisi, maka jangan harap untuk selamat.

Jika ingin masuk sorga, kita harus memiliki cara hidup beragama seperti yang diajarkan Yesus.

Yaitu kebenaran Allah menuntut keselarasan hati yang sejati dengan Hukum Allah yang kudus, bukan hanya lahiriah dan ritual tetapi nyata dan rohani.

Artinya hidup itu harus selaras antara perkataan dan perbuatan. Firman Allah hidup dihati dan dipraktekkan dalam tindakan nyata.

Mereka yang masuk sorga adalah mereka, “yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Matius 7:21-23.

Mereka yang beragama hanya luarnya saja adalah, “pembuat kejahatan!” (Matius 7:23b) Jadi, untuk masuk sorga hidup keagamaan kita harus berbeda dari ahli taurat dan farisi.

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *