Abraham Pisah

“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.
Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” 1 Yohanes 2:15-17
TAWARAN damai Abram disambut positif oleh Lot. Dia juga tidak mau memperpanjang masalah. Dia sadari berdamai lebih baik. Toh Abram adalah pamannya.
Abram berjasa dalam hidupnya. Saat ayahnya meninggal, Abram yang merawat dirinya. Membesarkannya dan membawanya ke Kanaan.
Dia bisa seperti sekarang, punya harta dan kaya, pun karena peran Abram. Lagi pula jalan damai yang ditawarkan Abram menguntungkan dirinya.
Sekarang pilihan pertama ada pada dirinya. Mau ke kiri atau kanan. Atau mau tetap tinggal di tempat itu. Bola ditangannya.
Lot menghela nafasnya dalam-dalam. Menatap Abram, seraya menatap wilayah yang luas sepanjang yang dia bisa lihat.
Dari lubuk hatinya yang dalam sebenarnya dia ingin tetap tinggal ditempat ini. Namun dia tidak tega kepada pamannya. Sebab dialah yang paling berhak atas tempat itu.
Dia yang mengikuti pamannya. Jadi dia harus tahu diri. Karena itu dia pun mengalah sebetulnya. Dengan dia memilih pergi, Lot telah mengembalikan hak Abram, yang telah diserahkan padanya.
Sekali lagi dengan menghela nafas yang dalam, “Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar.”
Lot yang awalnya berat hati untuk pergi, namun saat melihat keindahan lembah Yordan hatinya terpikat dan ingin segera pergi kesana.
Keindahan lembah Yordan diibaratkan seperti taman Tuhan dan tanah Mesir. Abram sudah tahu keindahan lembah Yordan ini. Tapi itu bukan tujuannya.
Lot paham sebenarnya bahwa janji Tuhan bagi Abram dapat menjadi bagiannya selama dia tinggal dan hidup daman dengan Abram.
Namun dia berpikir bahwa tanah kafir tampak lebih baik daripada Tanah Perjanjian! Hasrat Lot untuk mendiami lembah Yordan yang subur membuatnya terpapar pada kejahatan Sodom yang bejat ( Kej 19:1-25 ).
Rashi (seorang rabi di Abad Pertengahan) mengatakan bahwa tanah itu memiliki pepohonan seperti Eden dan sayur-sayuran seperti Mesir.
Pandangan Lot terhadap lembah Yordan menggunakan pandangan fisik semata. Dia tidak menggunakan mata rohaninya karena memang dia kurang beriman.
Diayat 10 ada kalimat keterangan ditambahkan, “Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora.”
Kalimat keterangan ini menjadi penting. Dalam ketidaktahuan Lot, keindahan alam Lembah Yordan menyimpan bom waktu.
Keindahan alamnya tidak berbanding lurus dengan keindahan moral dan sosial orang-orang disana. Tuhan memusnakan Sodom karena kejahatan mereka diluar batas yang bisa ditoleransi.
Praktik penyembahan berhala, homoseksual, kekerasan, dll, yang mendominasi kehidupan kota itu. Lot tidak mengatahui semua itu. Dia tidak melakukan penyelidikan mendalam sebelumnya.
Yang terlintas dalam pikirannya adalah keindahan tempat itu akan membuat dia lebih kaya dan hidup Makmur. Lot berpikir lebih banyak dari segi materi.
Tapi itu dapat dipahami, karena Lot tidak mempunyai mezbah dan tidak menyembah Tuhan seperti Abram. Itu menyebabkan Lot lemah secara rohani.
“Seseorang yang lemah dalam ketaatannya dan terpaku pada keinginan duniawi, pasti akan salah dalam mengambil keputusan.”
Jadi mengapa lembah Yordan disebut seperti taman Tuhan dan Mesir? Sama seperti pohon di taman Eden yang membangkitkan keinginan Hawa, demikian pula lembah yang subur menarik Lot.
Dan sama seperti kenangan tentang Mesir yang indag, demikian pula Lot menuju kehidupan yang baik.
Ada beberapa kota yang terletak di Lembah Yordan (1) Sodom; (2) Gomora; (3) Admah; (4) Zeboiim; dan (5) Zoar/Bela.
Secara kolektif, kota-kota itu disebut “kota-kota di dataran.” Semua kota kecuali Zoar dihancurkan oleh Allah (lih. Ul. 29:23 ).
Sebenarnya Lot juga melihat tanah Kanaan dan daerah sekitarnya. Tapi dia sudah tahu tempat itu. sebab dalam perjalanan pengembaraan mereka, dia melintasi seperti tanah Negeb.
Setelah dia bandingkan, maka lembah Yordan nampaknya lebih baik dan menjanjikan.
“Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah.”
Jadi, berdasarkan apa yang dilihat mata Lot, ia membuat keputusan, yang akan mengubah hidupnya secara radikal.
Alih-alih tetap tinggal di tanah perjanjian dan berpindah ke utara atau selatan, yang berarti membagi wilayah itu dengan Abram, Lot justru menjadi mangsa hawa nafsu dagingnya dan berangkat ke arah timur menuju wilayah Laut Mati.
Alih-alih menjadi peziarah yang membuat kemajuan, Lot justru mundur ke dunia dan menjauh dari berkat Allah.
Ia “berjalan ke arah timur” ( Kej. 13:11 ) dan membelakangi Betel (“rumah Allah”) dan ke arah Ai (“reruntuhan”; lihat Kej. 12:8 ).
Keputusan Lot sudah bulat. Segera dia mengumpulkan semua barang-barang dan harta kekayaannya. Bersama dengan semua anak buahnya mereka mengatur muatan.
Abram dan Sarai mungkin turut membantu. Lot berpamitan. Abram dan Sarai memeluk ponakannya. Air mata menetes.
Abram memegang pundak Lot. Menatap wajahnya dan berpesan, agar ditempat yang baru dia membangun mezbah dan memanggil nama Tuhan.
Rombongan Lot pun berjalan. Melambaikan tangan. Perlahan mereka meninggalkan Abram yang masih berdiri. Terus memandang hingga Lot tidak terlihat diujung jalan.
Hati Abram dan Sarai sedih. Bukan saja karena mereka akan berpisah tetapi karena Lot memilih keluar dari rencana Tuhan bagi mereka.
Perpisahan fisik dari Abram ini akan membawa konsekuensi rohani dalam kehidupan Lot. Dia terpisah dari pengaruh ilahi dan itu pasti akan menuai konsekuensi negative.
Saaat kita berjalan menurun, menjauh dari pengaruh Ilahi, maka itu hanya tinggal menunggu konsekuensi negative yang akan menimpa kita dikemudian hari.
Lot menyingkapkan sifat egoisnya saat ia gagal menghormati Abram dengan terus maju dan memilih tanah terlebih dahulu.
Keputusannya untuk pergi ke dataran Yordan menyingkapkan keinginannya untuk mendapatkan kepuasan, bukan keselamatan keluarganya.
Betapa bodohnya kita dalam berpikir jika kita mendapatkan keinginan kita sendiri, kita akan bahagia.
Beberapa orang paling menyedihkan yang pernah saya temui adalah orang-orang egois yang mendapatkan keinginan mereka sendiri.
Mereka sengsara karena apa yang mereka pikir akan membuat mereka bahagia ternyata tidak. Mereka menjadi hampa dan sengsara.
Saudara atau saudari terkasih di dalam Kristus, apakah saat ini kita sedang menantikan dengan penuh kerinduan (bahkan nafsu) suatu “lembah yang subur” seperti Lot?
Boleh jadi itu pekerjaan baru, pasangan, tempat tinggal, dll? Saudara-saudara terkasih, sebelum kita melakukan kesalahan yang dilakukan Lot dengan melangkah maju berdasarkan apa yang dilihat matanya..
Ada baiknya kita berkonsultasi dengan Tuhan yang mengetahui Awal dari Akhir. Agar kita dapat menyelamatkan diri dari “belerang dan api” penghakiman Tuhan.
Dalam situasi apa pun, siapa Anda menentukan apa yang Anda lihat, dan apa yang Anda lihat menentukan apa yang Anda lakukan. — Haddon Robinson
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now