8 Kwalifikasi Seorang Presiden Berikutnya

Sekalipun mencari seorang pemimpin Negara tidak mencari seperti seorang ulama/pendeta atau rohaniawan, tetapi tidak ada salahnya mencari seorang presiden dengan kwalifikasi seorang ulama atau rohaniwan.

Seorang rohaniwan tugas dan panggilannya spesifik, sementara tugas dan panggilan seorang presiden sangat luas, sebab dia akan menjadi pemimpin bagi semua orang termasuk bagi kaum rohaniwan, ditangannya kesejahteraan dan masa depan sebuah bangsa, baik agama, social, ekonomi, budaya, teknologi dll akan ditentukan.

Kita sedang mencari seorang presiden bukan saja memiliki kemampuan leadership yang kuat, tetapi yang memiliki karekater dan nilai-nilai moral yang murni.

Mencari seorang presiden sebaiknya tidak di dasarkan karena sentiment agama, suku, golongan dll, tetapi lebih kepada factor kesanggupan memimpin dan nilai moral yang dianutnya. Tidak juga di dasarkan kepada fanatisme kepada sosok pribadi sang calon. Tidak juga di dasarkan kepada persepsi publik apalagi kepada hoax.

Sebagai orang yang memiliki hak pilih, saya memposisikan diri kepada posisi netral lebih dahulu, melihat, mengamati, meneliti dan merasakan pelayanan kedua belah pihak dalam hidup saya dan masyarakat.

Sebagai pemilih, saya percaya bahwa kwalifikasi kepemimpinan terbaik ada dalam kitab suci, dan saya lebih sukai pemimpin yang memiliki kwalifikasi tersebut.

Rasul Paulus pernah menjabarkan kwalifikasi ini dalam 1 Timotius 3:1-6. Kwalifikasi Paulus ini aslinya ditujukan bukan untuk pejabat Negara pada masa itu, tetapi kepada para Penatua dalam gereja. Kwalifikasi ini tentu sangat kontras dengan kwalfikasi para pemimpin sekuler pada masa itu.

Maka dengan kwalifikasi ini kita dapat tertolong menentukan siapa kandidat terbaik untuk tinggal di istana Negara.

Maka kwalifikasi standar berikut ini dapat dicari di dalam diri para kandidat:

  1. Tidak bercacat dari segi moral dan etika: Kata Yunani adalah anepilēmptos dan itu berarti “di atas celaan.” Istilah modern “bersih.” Pemimpin yang baik menunjukkan gaya hidup moral yang konsisten. Mereka tidak memiliki sesuatu untuk disembunyikan. Mereka mengatakan yang sebenarnya, mengakui kesalahan mereka, menahan diri dari penyuapan, membayar tagihan tepat waktu dan mematuhi hukum.
  • Dapat mengendalikan diri. Seorang pemimpin harus bisa mengendalikan emosinya. Tidak bijaksana seorang pemimpin Negara cepat marah dan berbicara kasar kepada rakyatnya dan kepada pemimpin Negara lain dalam hubungan antar Negara. Dia bukanlah seorang pemarah, orang yang mencintai kedamaian, bukan hamba uang.
  • Bertanggung jawab.  Paulus memberi tahu Timotius: “Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (1 Tim. 3: 5). Tidakkah seharusnya pertanyaan yang sama diajukan kepada seorang presiden? Cara seorang pemimpin mengelola keluarganya bisa menentukan cara dia memimpin negaranya. Bagaimana pernikahannya? Beberapa artis Hollywood mungkin berganti pasangan seperti pakaian, tetapi pemimpin pemerintah harus memiliki standar moral dan etika yang lebih tinggi.
  • Bijaksana. Kata ini berarti “dapat mengendalikan diri,” dan seperti bertarak, itu melibatkan mengekang keinginan dan dorongan seseorang. Kita tidak membutuhkan presiden yang kecanduan alkohol atau narkoba, yang tidak bisa menahan dorongan seksualnya, atau yang begitu sombong sehingga dia tidak pernah bisa memaafkan musuh. Seorang pemimpin yang tidak bisa mengendalikan kehidupan pribadinya pada akhirnya akan lepas kendali di ruang publik.
  • Dihormati. Kata Yunani kosmios berarti “sopan atau berperilaku baik.” Dalam istilah modern, seorang presiden haruslah seorang berperilaku baik. Para pemimpin yang baik menyadari bahwa apa yang mereka terima adalah karena kepercayaan publik. Mereka mendapatkan rasa hormat dengan melakukan apa yang benar.
  • Lemah lembut. Kita semua menginginkan pemimpin yang berani dan tegas yang akan membuat pilihan-pilihan sulit dan bersedia menghadapi kejahatan.

Tetapi para pemimpin terbaik juga tahu bagaimana meredam kekuatan mereka. Mereka tidak menggertak atau membully orang, atau menggunakan bahasa kasar untuk berkelahi. Paulus memberi tahu Timotius bahwa seorang pemimpin yang baik bukanlah ” bukan pemarah melainkan peramah,” (1 Tim. 3: 3, KJV) —yang berarti dia bukan orang yang suka bertengkar, suka cekcok.

  • Ramah. Kata Yunani untuk kualitas ini adalah philoxenos, yang secara harfiah berarti “cinta orang asing.”

Pada zaman Paulus, para pemimpin yang baik menunjukkan belas kasih kepada semua orang, termasuk mereka yang berlatar belakang ras atau etnis yang berbeda.

Seorang presiden yang mewakili suatu negara yang beraneka ragam seperti Indonesia, tidak akan menjadi rasis atau fanatik. Ia harus mempromosikan keharmonisan, bukan perpecahan. Dia harus mengayomi semua perbedaan agama, suku dll.

  • Tidak serakah. Kata Yunani aphilargyros berarti “tidak tamak.”

Semua kandidat adalah orang kaya, tetapi apakah ada kandidat yang tidak begitu dimanjakan oleh kekayaan sehingga mereka masih bisa berempati dengan rakyat jelata? Mengingat fakta bahwa orang Indonesia masih banyak yang hidup di bawah tingkat kemiskinan saat ini, kita membutuhkan seorang pemimpin yang benar-benar peduli untuk membantu orang miskin mendapatkan pekerjaan dan peluang yang baik.

Sekarang kepada kita dihadapkan 2 pasang kandidat presiden dan wakil presideb, Bagaimana para kandidat saat ini — Joko Widodo dan Prabowo Subianto — anda dapat mengukur dan melakukan tes karakter kepada mereka?

Jika Anda seorang Kristen, atapaun berlatar belakang agama lain, karakter harus menjadi masalah ketika Anda pergi ke tempat pemungutan suara. Jangan memilih kandidat hanya karena Anda suka tampangnya, atau janji yang terlalu tinggi yang mereka buat.

Pilihlah karena standar moral, etika dan karaktermya yang baik. Itulah yang dibutuhkan Indonesia.

Bagikan:

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *