6 Alasan Mengapa Tuhan Mengijinkan Kita Menunggu
Daftar isi:
“Tetapi buah Roh ialah: ….. kesabaran….” (Galatia 5: 22).
Para ilmuwan melakukan percobaan bersama anak-anak berusia 4 tahun dengan marshmallow.
Setiap anak diberi tahu oleh seorang ilmuwan bahwa mereka dapat memiliki marshmallow; namun, jika anak itu menunggu sampai ilmuwan itu kembali dari suatu tugas, mereka akan diberi dua.
Beberapa anak memasukkan marshmallow ke dalam mulut mereka begitu ilmuwan itu pergi; yang lain menunggu. Perbedaan dicatat.
Para ilmuwan kemudian melacak anak-anak ini hingga remaja. Mereka yang menunggu ternyata memiliki penyesuaian diri yang lebih baik, siswa yang lebih baik, dan lebih percaya diri daripada mereka yang tidak.
Tampaknya kesabaran menunjukkan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang penting dalam karakter manusia.
Maka, tidak mengherankan jika Tuhan menyuruh kita untuk mengembangkannya.
Mengapa kita terkadang harus menunggu begitu lama untuk sesuatu? Pelajaran apakah yang bisa kita pelajari tentang kesabaran saat berada di dalam cawan lebur?
Allah Kesabaran
Dalam Roma 15: 4, 5, dikatakan,
“Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus,”
Kita seringkali tidak sabaran terhadap hal-hal yang benar-benar kita inginkan atau yang telah dijanjikan, yang belum kita miliki. Kita sering merasa puas hanya ketika kita mendapatkan apa yang kita dambakan.
Dan ketika kita belum mendapatkan apa yang kita inginkan, kita sering tidak sabar. Ketika kita tidak sabat inilah maka kedamaian dan iman kita terganggu.
Benar, menunggu adalah pekerjaan yang menjemukan, bahkan menyakitkan.
Dalam bahasa Ibrani, salah satu kata untuk “menunggu dengan sabar” (Mzm. 37: 7, NKJV) berasal dari kata Ibrani yang dapat diterjemahkan “sangat menderita”, “mengguncang”, “bergetar”, “menjadi terluka”, “menjadi sedih.”
Karena itu menjadi orang sabar itu tidak mudah; kadang-kadang itu adalah inti dari apa artinya berada di dalam cawan lebur.
Pada waktu kita menunggu sering kita fokus kepada hal-hal yang kita tunggu. Persoalan sebenarnya adalah bukan berapa lama kita menunggu tetapi bagaimana sikap kita dalam menunggu.
Kita harus percaya kepada Tuhan dan menyerahkan hidup kita dalam tangan-Nya. Menyerahkan kehendak kita kepada kehendak-Nya.
Pemazmur katakan, “Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” Mazmur 27:14.
Waktu Tuhan
Dalam Roma 5:6, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.”
Berbicara mengenai menunggu, Paulus memberitahukan tentang Yesus yang datang menyelamatkan kita pada waktu yang tepat. Waktu Tuhan. Paulus tidak memberitahukan mengapa itu waktu yang tepat?
Mengapa Yesus harus menunggu selama ribuan tahun baru Dia datang menebus dosa manusia? Mengapa tidak segera setelah berdosa?
Mengapa Dia seolah membiarkan dunia ini menderita berkepanjangan? Kita juga bertanya mengapa Yesus membiarkan orang percaya menunggu begitu lama kedatangan-Nya kedua kali?
Berikut ini ada 6 alasan mengapa kita harus menunggu
- Menunggu dapat memfokuskan kembali perhatian kita menjauh dari “hal-hal lain” dan kembali kepada Allah sendiri.
- Menunggu memungkinkan kita untuk mengembangkan gambaran yang lebih jelas tentang motif dan keinginan kita sendiri.
- Menunggu membangun ketekunan stamina rohani.
- Menunggu membuka pintu untuk mengembangkan banyak kekuatan spiritual, seperti iman dan kepercayaan.
- Menunggu memungkinkan Allah untuk meletakkan potongan-potongan lain dalam teka-teki gambar yang lebih besar.
- Kita mungkin tidak pernah tahu alasan kita harus menunggu; oleh karena itu, kita belajar untuk hidup oleh iman.
Silahkan tambahkan alasan lainnya mengapa kita harus menunggu.
Salah seorang contoh di Alkitab yang dapat kita pelajari dalam hal menunggu adalah Daud. Dalam 1 Samuel 16: 1- 13, diceritakan Daud diurapi oleh Samuel sebagai raja.
Tetapi dia belum memegang kekuasaan sebagai raja saat itu. Dia harus menunggu dalam waktu cukup lama untuk benar-benar menjadi raja.
Pertama, dia dipanggil untuk memainkan musik untuk menenangkan jiwa Saul yang gelisah (1 Samuel 16).
Namun terkadang dia menjadi sasaran amukan raja Saul dan hampir terbunuh dengan tombak.
Selanjutnya (1 Samuel 17), dia harus berperang melawan raksasa Goliat satu lawan satu. Kemudian Daud harus melarikan diri menghindari upaya pembunuhan Saul terhadap dirinya.
Bertahun-tahun dia berada dipersembunyian, digunung-gunung, goa, lembah. Berpindah dari satu tempat ketempat lain. Sering kelaparan.
Daud bisa saja menjadi raja lebih cepat. Dia dapat membunuh raja dan duduk sebagai raja Israel. Tetapi dia tidak melakukan itu. Dia mengikuti proses Tuhan dan waktunya Tuhan.
Melihat keseluruhan perjalanan Daud menuju takhta, mungkin kita bisa merangkumnya dalam satu kalimat pendek yaitu JANGAN AMBIL APA YANG BELUM DIBERIKAN OLEH ALLAH.
Allah punya waktu dan cara sendiri dalam memenuhi rencananya bagi kita. Dia tahu kapan waktu yang tepat. Seperti halnya Daud, dia membutuhkan waktu yang lama.
Taoge dapat tumbuh dalam beberapa jam, sementara pohon ek akan memakan waktu bertahun-tahun. Tetapi kemudian ketika angin kencang datang, pohon itu tidak akan tumbang.
Gembira Dalam TUhan
Pengalaman Daud yang sabar dalam menantikan Tuhan memenuhi janji-Nya, telah menjadi kidung pujian yang digubah Daud dalam Mazmurnya.
“Dan bergembiralah di dalam TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mzm. 37: 4, NRSV).
Mazmur 37: 4 adalah janji yang indah. Bayangkan kita selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.
Tetapi mendapatkan apa yang diinginkan oleh hati kita, tergantung apakah Tuhan berkenaan?
Jadi apa artinya“bergembiralah di dalam TUHAN”?
Konteks untuk Mazmur 37: 4 mungkin sedikit mengejutkan. Daud sedang menulis tentang dikelilingi oleh orang-orang yang bekerja melawan Allah dan melawannya.
Ketika orang-orang menentang kita, respons alaminya sering kali adalah marah atau berusaha membenarkan diri sendiri. Tetapi Daud menyarankan sesuatu yang berbeda.
“Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang..” Mazmur 37:1
“Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak..” Mazmur 37:5.
“Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya.” Mazmur 37:7.
“Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.” Mazmur 37:8.
Dari ayat-ayat diatas kita melihat bahwa Daud berpikir positif sementara dalam proses penantian. Dia sabar menunggu walau dalam penderitaan.
Daud katakan, “Percayalah kepada Allah.” Percayakan Dia untuk bertindak. Jangan kecewa, karena Dialah Allah kita, dan Dia bekerja untuk kita.
Kita tidak perlu bertindak dan mencoba menyelesaikan masalah kita sendiri. Bapa di surga yang bertanggung jawab. Percaya pada-Nya. Percaya sepenuhnya kepada-Nya.
Dalam konteks inilah Daud menulis tentang bergembira di dalam Tuhan. Bergembira di dalam Allah berarti kita hidup dalam keadaan kepercayaan yang sempurna.
Tidak ada yang bisa mengacaukan kedamaian kita, karena Allah ada di sini dan bekerja.
Kita bisa memuji Dia, kita bahkan bisa tersenyum, karena tidak ada yang bisa memperdaya Allah kita!
Kesimpulan
Rencana Allah bagi kita mungkin mengharuskan kita banyak menunggu, dan ini benar-benar bisa terasa seperti cawan lebur.
Belajar kesabaran selama ini dapat terjadi saat kita fokus pada pribadi Allah dan percaya bahwa Dia bertindak untuk kita.
Ada banyak alasan untuk menunggu, tetapi semuanya berkaitan dengan penggenapan rencana Allah bagi kita dan kerajaan-Nya.
Kita bisa kehilangan banyak jika kita terburu-buru mendahului Allah, tetapi kita bisa mendapatkan banyak dengan mempertahankan sikap percaya dan senang di dalam Dia. (Alfa dan Omega, jld. 2, hlm. 285- 290).