Pastordepan Media Ministry
Beranda Renungan 4 Cara Marah Tanpa Berbuat Dosa Menurut Efesus 4:26

4 Cara Marah Tanpa Berbuat Dosa Menurut Efesus 4:26

Daftar isi:

[Sembunyikan] [Tampilkan]

    “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Efesus 4:26.

    Marah itu wajar. Normal. Semua orang pernah marah. Banyak alasan orang marah. Marah karena benci.

    Marah karena tersinggung. Marah karena ketidak adilan. Marah karena kebenaran diinjak. Marah karena dendam. Marah karena kasih. Silahkan tambahkan daftar lainnya.

    Apapaun alasan kemarahan, ingat dampaknya bisa positif atau negatif. Maka sebelum marah pikirkan dulu akibat yang akan ditimbulkan.

    Lebih penting lagi, renungkan sejenak apakah alasan marah sudah tepat? Dan yang lebih penting lagi miliki cara yang benar untuk marah. Dan yang lebih penting lagi motif anda marah.

    Tapi ada lagi yang lebih penting, miliki kemampuan untuk mengendalikan diri Ketika marah. Tidak mampu kendalikan diri saat marah, maka kemarahan itu akan mengendalikan dan berujung merusak diri dan orang lain.

    Sekalipun motif dan alasan marah itu tepat, tetapi tanpa pengendalian diri, hasilnya akan negatif. Maka pikirkan bagaimana marah yang tepat tetapi produktif. Bukan destruktif.

    Ada seorang bapak marah kepada anaknya. Anaknya nakal dan sering buat masalah. Bapaknya marah. Dia panggil anaknya. Dia ikat. Dia pukuli. Tujuannya supaya jera.

    Saat memukuli, emosinya tak terkendali. Amarah yang meluap membuat dia lupat diri. Si anak pingsan. Untung tidak mati. Tapi efeknya jangka panjang, si anak menjadi dendam dan benci kepada bapaknya hingga dewasa.

    Sangat tidak produktif dan efektif.

    Lebih gila lagi efeknya Ketika marah karena dendam dan benci. Bisa dipastikan hasilnya mengerikan.

    Tonton dan baca saja sendiri berita di media. Banyak berita pembunuhan karena dendam. Marah dan benci. Hasilnya? Tidak ada. Dua-duanya rugi. Mereka yang marah rugi. Korban juga rugi.

    Karena itu kita perlu belajar seni yang benar untuk marah. Agar waktu marah, tidak destruktif tapi produktif dan tidak berbuat dosa.

    Rasul Paulus memberikan formulanya, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Efesus 4:26.

    Kemarahan kita harus dinyalakan dengan api dari mezbah Tuhan.

    Paulus mengisyartkan bahwa marah itu tidak dilarang. Boleh. Tapi ada syaratnya. Kita boleh marah bila tujuan marah itu benar. Itu kemarahan Kristen. Marah suci. Itu sehat.

    Ada saatnya kita marah. Ada kebutuhan besar di dunia saat ini untuk lebih banyak kemarahan Kristen.

    Karena manusia telah banyak berkompromi dengan dosa. Dalam menghadapi kejahatan yang terang-terangan kita harus marah bukan toleran, marah bukan apatis.

    Jika Tuhan membenci dosa, umat-Nya juga harus membencinya. Jika kejahatan membangkitkan kemarahannya, itu juga harus membangkitkan kemarahan kita.

    Aku menjadi gusar terhadap orang-orang fasik, yang meninggalkan Taurat-Mu. Mazmur 119:53.

    Kita bisa marah ketika itu adalah tujuan yang benar dan, ketika kita marah, itu akan menjadi kemarahan yang sehat.

    Ya, ada saatnya kita harus marah. Kita membutuhkan kemarahan Wilberforce atau Shaftesbury pada dosa pribadi atau masyarakat, atau Martin Luther pada penyimpangan doktrinal.

    Pengkhotbah besar Inggris FW Robertson dari Brighton dalam salah satu surat pastoralnya. Ketika dia pernah bertemu dengan seorang pria yang mencoba memikat seorang gadis muda yang cantik ke dalam prostitusi, dia menjadi sangat marah sehingga dia menggigit bibirnya sampai berdarah.

    Aturan praktis untuk marah yaitu marahlah pada hal-hal yang membuat Tuhan marah dan hanya untuk alasan yang sama.

    Tuhan sendiri terkadang murka. Yesus marah ketika, misalnya, Bait Suci di kotori dengan jual beli (Markus 11:15).

    Dalam Efesus 5:1 dikatakan, “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah..” Jika kita adalah peniru Tuhan terkadang kita akan marah seperti Tuhan marah.

    Kemarahan yang tepat adalah tanda kerohanian kita hidup dan sehat.

    Kemarahan seseorang terhadap kemunafikan agama adalah kemarahan yang benar. Kemarahan pada kekejaman dan penindasan kemarahan orang benar.

    Kemarahan pada orang yang menipu orang lain adalah kemarahan kemarahan orang benar, dan itu diperbolehkan, menurut firman dari Tuhan, marahlah, dan jangan berbuat dosa. Jangan biarkan matahari terbenam di atas murkamu …

    Kemarahan adalah emosi yang diberikan Tuhan. Dan ketika itu adalah kemarahan yang benar, kita akan baik-baik saja.

    Tetapi ketika itu adalah kemarahan dosa, maka itu adalah marah yang merusak.

    Kita perhatikan lagi Efesus 4:26 dengan lebih cermat. Disini Tuhan memberikan izin untuk marah, tetapi ada batasan: “Marah, dan jangan berbuat dosa.”

    Perhatikan bagaimana Efesus 4:26 diposisikan dalam teks. Di ayat sebelumnya Paulus bicara tentang lidah (Ep 4:25).

    Sangat gampang untuk mengatakan hal-hal yang salah ketika kita marah. Ayat setelahnya adalah iblis (Ep 4:27).

    Jangan beri kesempatan kepada Iblis, karena Setan cepat mengambil keuntungan dari emosi yang kuat….

    Tidak ada yang salah dengan marah untuk tujuan yang benar. Marah bisa menyehatkan. Ada saatnya kita harus marah.

    Kemarahan dapat dinyalakan dengan api Neraka atau dengan api dari mezbah Tuhan. Tergantung pilihan kita.

    Ini mengingatkan kita bahwa ada kemarahan yang benar yang harus dimiliki setiap orang percaya. Terkadang, bahkan kita berdosa kalau kita tidak marah.

    Pemazmur katakan, “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang murka setiap saat.” Mazmur 7:11

    Jadi, Tuhan mengungkapkan murka-Nya atas dosa manusia setiap saat. Maka kita juga harus demikian.

    Seharusnya ada kemarahan yang benar dalam kehidupan orang percaya. Kemarahan, sebagai bagian dari gambar Allah, dimaksudkan untuk memotivasi kita untuk memperbaiki apa yang salah.

    Kemarahan suci akan menuntun orang percaya untuk menyingkirkan dosa, termasuk dosa mereka sendiri.

    Sekarang ini kemarahan yang suci ini barang langka. Karena marah kita sering dirusak oleh dosa.

    Karena itu, ketika kita marah, kita harus memastikan bahwa kemarahan itu bebas dari rasa kesombongan, dendam, kebencian, permusuhan, dan semangat balas dendam.

    Walaupun kemarahan itu dibenarkan, itu tidak boleh berlangsung lama. Kita tidak boleh pergi tidur dan masih membawa marah itu sampai besok pagi.

    Itu sebabnya, Paulus memperingatkan kita agar tidak memelihara kemarahan. Sebelum matahari terbenam amarah sudah harus selesai. Artinya marah tidak boleh lama-lama.

    Plutarch menceritakan mengenai murid-murid Pythagoras. Dimana mereka memiliki aturan, bahwa jika, pada siang hari, kemarahan telah membuat mereka berbicara menghina satu sama lain, sebelum matahari terbenam mereka berjabat tangan dan mencium satu sama lain dan berdamai.

    Ada seorang Rabi Yahudi yang berdoa agar dia tidak pernah pergi tidur dengan pikiran pahit apa pun terhadap seseorang.

    Kita harus bangun setiap pagi dan menghadapi setiap hari baru tanpa rasa sakit yang terjadi pada hari sebelumnya.

    Sekarang mari kita lihat, bagaimana kita bisa marah dan tidak berbuat dosa

    1. Saat marah, kita harus mengevaluasi apakah alasan yang benar untuk marah.

    Apakah kemarahan ini berakar pada kesombongan, kebencian, keegoisan diri, ataukah dosa terhadap Tuhan dan sesama?

    2. Saat marah, luangkan waktu sebelum menjawab.

    Nehemia memberikan contoh yang baik untuk meluangkan waktu sebelum menanggapi laporan ketidakadilan yang parah.

    Setelah mendengar tuduhan itu, Nehemia tidak segera menanggapi— dia “merenungkan” dulu.

    Demikian pula, salah satu cara agar kita tidak berbuat dosa dalam kemarahan adalah dengan meluangkan waktu untuk merenung, berdoa, dan meminta nasihat sebelum menanggapi.

    4. Saat marah, kita harus berusaha menyelesaikannya secepat mungkin.

    Ketika Paulus berkata, “Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu,” maksudnya, selesaikan sesegera mungkin.

    Bagaimana seharusnya kita mengatasi kemarahan kita dengan cepat? Untuk mengatasi kemarahan dengan cepat, kita harus selalu memaafkan.

    Kristus berkata bahwa kita harus mengampuni tujuh puluh tujuh kali (Mat 18:22). Apakah orang itu bertobat atau tidak, tugas kita adalah mengampuni sebagaimana Kristus mengampuni kita.

    Ini adalah cara pertama untuk mengatasi kemarahan kita.

    4. Saat marah, kita harus mengingat akibat jahat dari kemarahan yang tidak terkendali.

    Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. Ef 4:26.

    Ketika kita menangani kemarahan dengan cara yang benar, kita membuka pintu bagi Setan untuk menyerang kita dan orang lain.

    Penutup

    Dua orang pria, mengemudi mobil mereka di California Selatan, terlibat dalam perkelahian yang penuh kemarahan di jalan raya.

    Persoalannya bermula dari seorang pengemudi yang satu memotong pengemudi yang lain di tempat parkir.

    Orang-orang berkepala panas itu melesat keluar dari tempat parkir dengan marah, saling mengejar, mereka mengemudi dengan sembrono, menghindar dan meliuk-liuk keluar masuk lalu lintas.

    Mereka membahayakan banyak nyawa karena mengemudi dalam keadaan marah dan ugal-ugalan, akhirnya seorang pengemudi lepas kendali.

    Pengemudi dengan panik mencoba untuk mengendalikan mobilnya, tetapi dalam prosesnya seorang gadis kecil yang tidak bersalah di trotoar terdekat terbunuh.

    Sebuah kehidupan muda diambil hanya karena dua pria marah satu sama lain. Jika sekiranya mereka tidak marah, tidak akan ada yang terbunuh.

    “Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar.” Amsal 14:17.

    Komentar
    Bagikan:

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    22 pelajaran Alkitab

    Iklan